Kamis, 31 Desember 2015

Catatan Workshop KLJ, Fun Photography, Fun Writing bersama Anak-anak Hebat SD Alam Anak Sholeh Tarumajaya : "Barter Ilmu itu Seru!"

Lagi-lagi saya harus ke Bekasi. Spesial, selain bertemu dengan de koncoz Jurnal Khatulistiwa, kali ini bakal diadakan lawatan spesial sekaligus barter ilmu dengan adik-adik yang sangat bersemangat di Sekolah Alam Anak Sholeh yang juga memiliki sebuah rumah baca yang dinamakan Rumba HOS Tjokroaminoto. Tepatnya di Villa Mutiara Gading Blok E, Desa Setia Asih, Tarumajaya, Bekasi. Rencananya, agenda bakal berlangsung Sabtu-Minggu, 30-31 Mei 2015.

Keistimewaan kali ini dimulai dengan pencarian lokasi yang agak membingungkan. Meski saya udah pernah ke lokasi dan udah dibekali dengan peta ala GPS, dan tanya sana sini, tetap saja saya harus menyiapkan tenaga ekstra untuk rela berpanas panas ria dengan iklim Bekasi yang lain dari biasanya. Tak apalah, sesuatu yang layak memang patut diperjuangkan, hehe.. Apalagi pas melihat Bang Agustian, si founder Sekolah Alam Anak Sholeh terlihat berdiri menyambut dan menunggu kami di dekat pintu gerbang sekolah, rasa lega segera menjalari saya. Bukan apa apa sih, merasa bersalah juga tak bisa datang tepat waktu. Untung Bang Agustian nya baik, untung disiapin minuman, untung dikasih tempat, untung…. banyak :)

Workshop Kamera Lubang Jarum dari Instruktur Muda

Siang itu, kawan-kawan dari Jurnal Khatulistiwa dan Bekasi Foto hadir bersama untuk mengikuti rangkaian acara yang telah disepakati dengan pihak Bang Agustian dari Sekolah Alam Anak Sholeh dan jaringan Sekolah Raya. Serunya, kami datang bukan saja sebagai kakak-kakak yang akan menyampaikan materi fotografi dan menulis saja, tapi kami juga datang untuk menerima sharing ilmu dari para instruktur muda Kamera Lubang Jarum (KLJ). Apa tuh KLJ? Kamera sederhana yang terbuat dari kaleng bekas yang kemudian dilubangi dengan jarum dibantu dengan lakban hitam.

Usut punya usut, ternyata KLJ ini telah menjadi salah satu kurikulum dalam pembelajaran SD Alam Anak Sholeh. Lah kok bisa? Bisa dong, karena KLJ secara langsung mengajarkan proses pembangunan karakter dari awal pembuatan hingga karya finalnya. Selain unsur mata pelajaran seperti Fisika, Kimia, dan Matematika, seperti mengatur jarak foto untuk mendapatkan cahaya yang pas, mencampur cairan untuk bisa mencetak hasil foto, dan keasyikan yang lain.

Dari Jurnal Khatulistiwa saat itu ada saya, Enno, Erlangga ‘Botak’, Rafly, Rio, Ucup, Rahmat, Arif ‘Cimba’, Adit, Tyas, serta Sena. Kami semua bergabung dengan kawan-kawan dari Bekasi Foto yang saat itu diwakili Bang Guts, Iddin, Heru, juga Syahrul ‘Buluk’. Semuanya antusias mendengarkan pengarahan dari adik-adik trainer, Ikhsan, Maulana, dan disusul Nugraha. Kami kagum bukan saja karena mereka yang secara usia masih muda sudah mampu berbagi ilmu dengan kami yang lebih dewasa, tapi lebih dari itu. Kami begitu mengapresiasi prestasi yang sudah mampu ditorehkan. Seperti Nugraha yang pada usianya yang masih 15 tahun sudah dinobatkan sebagai instruktur muda oleh Komunitas Lubang Jarum Indonesia. Begitu pula Ikhsan, dan beberapa kawannya yang lain yang sudah pernah mengadakan lawatan ke Malaysia untuk berbagi tentang KLJ di Permata Pintar, Universitas Kebangsaan Malaysia, sekolah setingkat SMA disana.



“Potong persegi empat kecil, lalu di-ampelas sampai tipis, Kak..”, Ikhsan berujar lantang. Nada suaranya kuat, sudah pantas kalau disebut instruktur dan cukup membuat kami yang sebagian besar masih awam tentang KLJ menjadi terheran-heran. Setiap hendak meyakinkan diri tentang kelayakan lempengan aluminium yang sedang kami tipiskan untuk digunakan sebagai rana, kami selalu bertanya, “udah belum, dik?”, Jawabannya, ,”Belum nih ka, dikit lagi” atau “Wah,sip sip udah.”. Saya geli sendiri sambil bergumam dalam hati, cerkas juga nih anak.

Usai membuat KLJ yang bisa dibuat dari kaleng bekas sebagai bodi kamera, lempengan aluminium sebagai rana, dan lakban yang menjadi penutup rana, kami pun mengisi kamera yang kami buat dengan kertas fotonya di ruang gelap yang disebut dark room. Sementara itu, Ikhsan mengajarkan membuat cairan untuk digunakan mencetak hasil foto. Saya yang memang kurang nyambung dengan hal-hal berbau teknis, cuma manggut-manggut pura-pura mengerti. Hahaha.. Yang penting tahu prosesnya.

Yang paling seru adalah saat praktek memotret. Kami jadi menemukan alasan kenapa foto-foto jadul selalu berwajah tegang dan flat face. Kenapa emang? Ternyata mereka harus menunggu 10-20 detik untuk bisa dipotret. Posenya harus dipertahankan selamaaaaaa itu, karena faktor cahaya saat pengambilan foto. Kami pun ngakak ngakak karena geli menahan pose juga. Wkwkwk. Betapa bersyukurnya kita dengan kecanggihan teknologi saat ini ya..


Workshop Fotografi dari Bekasi Foto dan Diskusi Teras

Agenda dilanjutkan dengan workshop fotografi dari Bekasi Foto yang disampaikan oleh Bang Guts Wateva. Kali ini, adik-adik yang udah sangat fasih tentang KLJ dan sedikit dasar fotografi yang kurang lebih nyambung, diajak untuk mengenal apa itu fotografi dan bermain-main dengan kamera DSLR. Dibagi beberapa kelompok, mereka asyik bereksplorasi berbagai gaya memotret didampingi kakak-kakak pendamping. Ada yang takut megang kamera karena berat dan takut jatuh. Ada yang nggak mau megang sama sekali karena pesimis nggak bisa, ada yang nyengir kegirangan karena jadi obyek foto, ada yang nggak mau berhenti motret meski waktu udah habis, dan tingkah unik yang lain. Ya, begitulah mereka. Bagaimanapun mereka masih tetap anak-anak, hehe… Di akhir workshop, Bang Guts menyampaikan bahwa kalau melakukan semuanya dengan cinta, termasuk cinta dengan dunia fotografi, maka uang adalah dampak positif yang lain yang bekerja secara otomatis. Hm, interesting!

Lepas workshop tersebut, kami diajak Bang Agustian untuk berdiskusi santai di teras Rumba HOS Tjokroaminoto dan sekaligus ditraktir nasi goreng, yey! Bang Agus berkisah bahwa dulu awal-awal mendirikan sekolah ini bermula dari 2006, masih ada anak-anak yang mengintip dari jendela sekolah luar, untuk melihat proses belajar di sekolah. Untuk apa? Karena mereka sendiri tak bisa menikmati kemewahan itu. Keterbatasan ekonomi orang tuanya yang sebagian besar bekerja sebagai buruh, pembantu rumah tangga, pemulung, atau pekerjaan serabutan lainnya cukup menjadi alasan utama ketidakberdayaan mereka mengenyam bangku sekolah.

Bermula dari itulah, Bang Agustian bersama beberapa kawan baiknya mencoba memberikan alternatif pendidikan yang gratis tapi berkualitas bak sekolah-sekolah unggulan. Dan, alhamdulillah, berkat dukungan relawan dan semua pihak termasuk Jaringan Sekolah Raya yang merupakan afiliasi penggiat sekolah, sanggar belajar, padepokan, pondok pesantren, taman baca, dan komunitas belajar, misi ini bisa berjalan lancar dengan segala dinamikanya. Diskusi santai berlangsung akrab dan cukup membuat kami semua yang ada disitu merenung. Meminjam istilah Bang Agustian, akan ada dialektika alam semesta yang senantiasa mendengar dan mengabulkan doa sang penabur kebaikan. Jadi, jangan ragu!


Workshop ‘Fun Writing’     

Selepas menginap semalam, keesokan harinya, saya ditemani Bang Nana dari Bekasi Foto melanjutkan agenda yang tersisa. Tak seramai kemarin, karena beberapa kawan-kawan Jurkhat harus segera naik kapal untuk menjalankan tugas berlayar di event akbar Ekspedisi Nusantara Jaya. Viva kawan! Namun, tak kalah serunya, Minggu (31/05) itu, kami kedatangan kawan-kawan baru dari jaringan Sekolah Raya. Ada kawan lama saya, Anwar dan istrinya yang juga Direktur program Sekolah Raya, Nana Zuri. Ada pula Salman dari blogfam, juga Ade dan Dias.



 
Diawali dengan pemutaran film berjudul ‘The Turtle World’ yang berisikan pesan lingkungan, saya pun bermain-main dengan adik-adik dan kakak-kakaknya untuk menuliskannya kembali dengan bahasa mereka disertai dengan gambar-gambar yang paling diingat. Hasilnya, bisa dilihat di rumba, jadi salah satu pajangan dinding:) Selepas itu, adik-adik saya ajak untuk mengenal basic penulisan 5W + 1H dan bereksperimen dengan karya foto KLJ mereka. Tujuannya, supaya mereka bisa membuat fotonya lebih bercerita. Menurut saya sih, mereka udah punya basic menyusun kata-kata yang bagus, cuma perlu dirapikan sistematikanya aja. Semoga ke depan, mereka bisa membuat semacam informasi kekinian tentang aktivitasnya di sekolah dan rumba, bisa berupa mading, buletin, atau dalam bentuk elektronik semacam blog. Semangat!

Akhirnya, diakhiri permainan ‘angin bertiup’ dan santapan makan siang yang maknyus di homestay relawan yang lagi-lagi disiapkan oleh Bang Agustian dan istri yang baik hati, tidak sombong, dan rajin menabung, eh….hehe… kami semua pun berpisah dan saling bertukar kontak untuk bisa bertemu lagi di agenda selanjutnya. Thanks for everything untuk jaringan Sekolah Raya dan SD Alam Anak Sholeh, Rumba HOS Tjokroaminoto, Bekasi Foto, dan semua pihak yang udah ikut meramaikan. Senangnya bisa berbagi:)  ('thil)

 
Posted by Prita HW
**Dinukil dari dunia gairah
 
Baca juga di :
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar