Rabu, 30 Desember 2015

Pemerintahan Adat Salawati dalam Konsep Pemerintahan Luhur Bangsa Indonesia




Kepulauan Raja Ampat merupakan rangkaian empat gugusan pulau yang berdekatan dan berlokasi di barat bagian Kepala Burung (Vogelkoop) Pulau Papua. Secara administrasi, gugusan ini berada di bawah Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Kepulauan ini sekarang menjadi tujuan para penyelam yang tertarik akan keindahan pemandangan bawah lautnya. Empat gugusan pulau yang menjadi anggotanya dinamakan menurut empat pulau terbesarnya, yaitu Pulau Waigeo, Pulau Misool, Pulau Salawati, dan Pulau Batanta. Asal mula nama Raja Ampat menurut mitos masyarakat setempat berasal dari seorang wanita yang menemukan tujuh telur. Empat butir di antaranya menetas menjadi empat orang pangeran yang berpisah dan masing-masing menjadi raja yang berkuasa di Waigeo, Salawati, Misool Timur dan Misool Barat. Sementara itu, tiga butir telur lainnya menjadi hantu, seorang wanita, dan sebuah batu. 

Dibalik pesona keindahan alam Raja Ampat ternyata kepulauan ini memancarkan sejarah peradaban luhur nenek moyang Nusantara. Peradaban tersebut dalam bentuk pemerintahan adat yang terdiri atas persekutuan-persekutuan dari setiap pulau. Secara umum pemerintahan adat di Raja Ampat tidak jauh berbeda dengan pemerintahan adat di daerah lainnya. Secara sifat semuanya memiliki persamaan dimana kepemimpinan menjadi faktor dominan dalam mengatur kehidupan masyarakat. Hanya kriteria dan nama dari seseorang yang menjadi pemimpin yang berbeda.


Wawasan mengenai pemerintahan adat di Raja Ampat perlu diketahui oleh generasi penerus agar selalu dijaga dan dilestarikan. Makna yang terkandung dalam pemerintahan adat itu merupakan bentuk pemerintahan asli orang Indonesia sebagai warisan luhur nenek moyang kita.


Akan tetapi fenomena yang berkembang saat ini bentuk pemerintahan adat itu sudah tidak lagi tampak dan hilang. Sehingga menyebabkan penduduk asli yang tinggal di kepulauan itu mengalami kemiskinan baik kultural maupun struktural.

Lestarikan Pemerintahan Raja Ampat
 
Mengangkat kembali keluhuran, keagungan, dan kemegahan pemerintahan adat Raja Ampat yang akan dijadikan sistem berfikir generasi yang akan datang dalam memandang suatu pemerintahan adalah penting. Bukan tidak mungkin bentuk pemerintahan adat seperti itu akan kembali berdiri dengan megah seiring munculnya kejenuhan dan ketidakpercayaan yang tinggi dari masyarakat pada pemerintah. Jadi dalam rangka mencari format untuk konsep pemerintahan di Raja Ampat khususnya dan pemerintahan Indonesia pada umumnya.

Saya pun mengadakan penelitian dengan ruang lingkup bentuk, sistem, dan struktur organisasi pemerintahan adat di Salawati. Ditambah dengan adanya pembahasan mengenai kondisi masyarakat Salawati saat ini sebagai anomali karena tidak berjalannya pemerintahan adat. Selain itu semakin tergerusnya nilai-nilai luhur di Pulau Salawati berdampak juga dengan rendahnya tarah hidup masyarakat.


Data-data yang menjadi bahan penelitian ini didapat dari hasil wawancara dengan bapak Ahmad Mayalibit kepala adat Sailolof, Pulau Salawati. Beliau masih fasih dalam menceritakan sejarah Pulau Salawati dan ditambah dengan data yang ia miliki berupa dokumen tua mengenai pemerintahan adat Salawati sebagai bagian dari pemerintahan adat Raja Ampat. Dari dokumen-dokumen tersebut diketahui secara terperinci mengenai struktur pemerintahan adat Salawati. Dari konsep-konsep yang ada, peneliti tinggal memadukan dengan teori-teori adat yang ada dalam studi kepustakaan dan lazimnya bentuk pemerintahan Negara beserta kelembagaannya.


Observasi yang dilakukan oleh peneliti di Pulau Salawati selama kurang lebih dua bulan dinilai cukup memenuhi kebutuhan penelitian. Ada beberapa kendala mengenai keterbatasan baik jarak maupun narasumber yang sulit ditemui. Maka peneliti banyak mendapatkan data tambahan dari makalah-makalah yang ada mengenai pemerintahan adat Salawati khususnya dan Raja Ampat pada umumnya. 

Pemerintahan adat yang selalu berangkat dari hukum adat di setiap daerah merupakan suatu rangkaian sistem yang tak terpisahkan. Hukum adat menunjukan adanya nilai-nilai yang universal seperti :

• Asas gotong-royong
• Fungsi social manusia dan milik dalam masyarakat
• Asas persetujuan sebagai dasar kekuasaan umum
• Asas perwakilan dan permusyawaratan dalam system pemerintahan
(Wignjodipoero, 1988 : 59)

Dari hirarki di atas jelas bahwa sebelum munculnya pemerintahan adat, maka ada terlebih dahulu gotong royong dalam membangun dan menetapkan hukum adat itu sendiri. Sehingga hukum adat itu akan mengatur fungsi social masyarakat yang termanivestasi dalam kelembagaan. Dari pola interaksi itu akan ada persetujuan bersama sebagai dasar kekuasaan umum. Dari prinsip-prinsip itu maka pemerintahan adat yang berjalan kemudian sudah pasti berpola permusyawaratan perwakilan dalam menampung segala aspirasi warga untuk memecahkan permasalahan kehidupan.

Dari penjabaran itu kita pahami bahwa setiap hukum termasuk hukum adat merupakan suatu sistem, artinya kompleks norma-normanya yang merupakan suatu kebulatan sebagai wujud pengejawantahan daripada kesatuan alam pikiran yang hidup di dalam masyarakatnya. Secara sifat, hukum adat memiliki corak :

• Corak kebersamaan atau komunal yang kuat, artinya manusia menurut hukum adat merupakan makhluk dalam ikatan kemasyarakatannya yang erat, rasa kebersamaanya ini meliputi seluruh lapangan hukum adat.
• Corak religio-magis yang berhubungan dengan pandangan hidup alam Indonesia
• Hukum adat diliputi oleh pikiran penataan serba konkrit, artinya hukum adat sangat memperhatikan banyaknya dan berulang-ulangnya perhubungan-perhubungan hidup yang kongkrit
• Hukum adat mempunyai sifat yang visual, artinya perhubungan hukum dianggap hanya terjadi oleh karena ditetapkan dengan suatu ikatan yang dapat dilihat.
(Wignjodipoero, 1988 : 68)
 
Sifat dalam hukum adat itu yang tetap dipegang teguh oleh generasi-generasi berikutnya. Dan biasanya sifat itu tidak mungkin hilang. Hanya yang ada ialah berkurangnya kadar dari sifat itu karena perubahan arus kehidupan dan lemahnya pendidikan karakter dari orang tua ke anaknya.
Permasalahan-permasalah tersebut yang sekiranya perlu juga diangkat untuk ditemukan solusinya kemudian. Dalam menerangkan mengenai system hukum adat Raja Ampat yang kompleks dan diambang kepunahan, hanya dapat dilakukan dengan metode kualitatif sebagai metode penelitiannya.


Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Dengan demikian arti atau pengertian penelitian kualitatif tersebut adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci (Sugiyono, 2010: 2).
Dua hal yang utama dalam penelitian kualitatif adalah Pertama, penggunaan lingkungan alamiah sebagai sumber data. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam suatu situasi sosial merupakan kajian utama penelitian kualitatif. Peneliti pergi ke lokasi tersebut, memahami dan mempelajari situasi. Studi dilakukan pada waktu interaksi berlangsung di tempat kejadian. Peneliti mengamati, mencatat, bertanya, menggali sumber yang erat hubungannya dengan peristiwa yang terjadi saat itu. Hasil-hasil yang diperoleh pada saat itu segera disusun saat itu pula. Apa yang diamati pada dasarnya tidak lepas dari konteks lingkungan di mana tingkah laku berlangsung.


Kedua, memiliki sifat deskriptif analitik. Yaitu, data yang diperoleh seperti hasil pengamatan, hasil wawancara, hasil pemotretan, analisis dokumen, catatan lapangan, disusun peneliti di lokasi penelitian, tidak dituangkan dalam bentuk dan angka-angka. Peneliti segera melakukan analisis data dengan memperkaya informasi, mencari hubungan, membandingkan, menemukan pola atas dasar data aslinya (tidak ditransformasi dalam bentuk angka). Hasil analisis data berupa pemaparan mengenai situasi yang diteliti yang disajikan dalam bentuk uraian naratif. Hakikat pemaparan data pada umumnya menjawab pertanyaan-pertanyaan mengapa dan bagaimana suatu fenomena terjadi. Untuk itu peneliti dituntut memahami dan menguasai bidang ilmu yang ditelitinya sehingga dapat memberikan justifikasi mengenai konsep dan makna yang terkandung dalam data.


Salawati
 
Kita bahas terlebih dulu asal nama Salawati. Menurut, bapak A. Mayalibit nama Salawati berasal dari kata “Shalawat” yang berarti doa, keberkahan, atau kemuliaan. Biasanya kata shalawat disematkan untuk memuji nabi Muhammad SAW. Dan Pulau Salawati merupakan pulau tempat masuknya Islam untuk kepulauan Raja Ampat, maupun Pulau Papua seluruhnya. Namun tidak ada yang mengetahui siapa mufasir yang menyebarkan Islam pertama kali disitu. Bahkan ada mitos yang menyatakan Islam sudah masuk disitu sejak zaman nabi Adam AS. Sedangkan hubungannya dengan pulau besar Papua, Pulau Salawati merupakan asal dari nenek moyang Suku Moi (Suku asli Papua Barat). 

Pada tahun 1963, ketika operasi Trikora untuk mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi, masyarakat Salawati juga aktif terlibat sebagai sukarelawan yang dikirim ke tanah Irian untuk mengibarkan bendera merah putih. Termasuk bapak A.Mayalibit yang waktu itu masih berusia muda juga turut menjadi rombongan milisi yang dilatih oleh ABRI untuk menggunakan senjata dan operasi Intelijen. Selain arsip tentang pemerintahan adat, beliau juga masih menyimpan piagam penghargaan sebagai pejuang Trikora dari pemerintah Soekarno.
Itu sekilas mengenai sejarah masyarakat Salawati yang turut berjuang untuk kedaulatan bangsa dan Negara. Tinggal saat ini bagaimana masyarakat Salawati berjuang untuk menjaga hukum dan pemerintahan adatnya di tengah-tengah menjalarnya arus globalisasi dan demokrasi. 
 
Berikut uraian mengenai bentuk, susunan dan struktur pemerintahan adat Salawati.

1. Bentuk Pemerintahan
Persekutuan-persekutuan hukum adat di Raja Ampat jika dilihat dari sistem hubungan kekuasaan dapat dikategorikan dalam suatu kesatuan pemerintahan yang berbentuk konfederasi, yakni konfederasi persekutuan hukum adat. Bentuk konfederasi dimaksud ditandai dengan adanya hubungan kekuasaan secara vertikal dari beberapa persekutuan hukum pada salah satu persekutuan hukum yang disepakati bersama sebagai yang memegang kekuasaan tertinggi terutama dalam hal melakukan hubungan eksternal persekutuan. Selain itu pada kerajaan tradisional atau yang menurut hukum ketatanegaraan adat setempat dikenal dengan sebutan kapitla atau kalana. Itu hanya memiliki satu lambang persekutuan berupa bendera yang di pegang dan dikuasai kerajaan tradisional tersebut di atas. Masing-masing persekutuan hukum dalam kelompok persekutuan Raja Ampat dimaksud memiliki kemerdekaan dan kekuasaan-kekuasaan sendiri yang bersifat internal dalam menyelenggarakan pemerintahan. Daerah kekuasaannya terdiri dari sejumlah kampung yang tunduk dan patuh terhadap pemimpin persekutuan dimaksud. Singkatnya keberadaan persekutuan-persekutuan di negeri ini berlangsung dalam suatu kesatuan pemerintahan yang dipimpin oleh seorang raja besar (fun pale) yang dilakukan berdasarkan atas landasan asal usul dan fatanon. 


Kalana atau kapitla mengandung makna yang sama yakni yang dapat berarti kerajaan dan atau raja. Kerajaaan adalah sebutan untuk bentuk pemerintahan persekutuan dan raja adalah sebutan untuk pemimpin pemerintahan persekutuan. Dalam prakteknya, untuk membedakan makna penggunaan kedua istilah dimaksud maka untuk penyebutan raja atau pemimpin persekutuan digunakan tambahan istilah fun di depan kata kapitla atau kalana. Sehingga pangilan untuk raja lazimnya menggunakan sebutan fun kapitla atau fun kalana. Dalam pergaulan sehari-hari panggilan untuk fun kapitla atau fun kalana lazimnya disingkat saja menjadi fun, dengan tanpa kapitla atau kalana. Istilah fun sendiri mengandung arti yang dipertuan, yang dimuliakan, atau yang diagungkan. Dengan demikian istilah kapitla atau kalana hanya digunakan untuk menyebutkan identitas persekutuan dan atau bentuk pemerintahan persekutuan yang dianut.


Secara harfiah, kata kapitla itu berasal dari bahasa Maya yang terdiri dari dua kata, yakni kata kapit dan tola. Kapit artinya mencubit atau mengambil dan tola artinya lambat-lambat atau sedikit-sedikit. Maksudnya, pemimpin mengambil bagian yang tersedikit dari antara yang terbanyak, dan atau bagian yang terbanyak harus diberikan untuk rakyat dan bagian yang tersedikit dari yang terbanyak untuk dirinya. Secara filosofis, kedua kata ini dapat dimaknai sebagai suatu keharusan bagi seorang pemimpin untuk mendahulukan atau mengutamakan kepentingan rakyatnya daripada kepentingan dirinya sendiri. 


Makna kalana. berlainan dengan makna yang dikandung istilah kapitla. Istilah kalana secara harfiah mengandung arti kekuasaan, dan atau dapat diartikan pula sebagai yang memiliki kekuasaan. Secara filosofis, maknanya bahwa hanya mereka orang-orang tertentu yang dikodrati yang boleh memegang kekuasaan. Konsep inilah yang kemudian melahirkan asas turun temurun atau keturunan dalam menduduki jabatan fun atau kepala adat. Asas turun temurun atau keturunan ini kemudian menjadi landasan hukum bagi pengangkatan dan penetapan kepala-kepala adat dan kepala-kepala suku. 


Derngan demikian, jika makna filosofis dari kedua istilah tersebut dipadukan akan berkonotasi pada konsep bahwa seorang pemimpin haruslah berasal dari orang yang secara kodrati ditakdirkan sebagai pemimpin atau penguasa; dan agar pemimpin atau penguasa yang bersangkutan dapat diikuti dan dipatuhi rakyatnya, maka ia dalam melaksanakan kepemimpinannya harus mendahulukan kepentingan rakyat daripada kepentingan dirinya sendiri. 


Dari keempat pemerintahan peresekutuan hukum adat yang ada, tiga di antaranya menggunakan istilah kalana dan satunya lagi menggunakan istilah kapitla bagi penamaan bentuk pemerintahannya. Perbedaann penggunaan istilah ini disebabkan karena perbedaan tempat kelahiran dari para pendiri persekutuan dimaksud. Persekutuan Batangi, Salawat dan Batanme berasal dari teluk Auyai, di Waigeo Selatan menggunakan istilah kalana; sedangkan Salolof yang berasal dari teluk Mayalibit menggunakan istilah kapitla.


Meskipun ada perbedaan asal-usul, akan tetapi karena berasal dari satu daerah yakni Batangi, maka mereka menggunakan bahasa Maya sebagai lingua franca, sekaligus menunjukkan identitas mereka sebagai suku Maya. Istilah maya mengandung makna yang paling tinggi atau yang oleh masyarakat setempat lazimnya diartikan sebagai arasy, yang bermakna suatu tempat yang paling tinggi. Maksudnya bahwa manusia dari suku ini berasal dari tempat yang paling tinggi. Bentuk dan sistem pemerintahan persekutuan yang dianut sangat dipengaruhi oleh konsep pemikiran seperti itu. Hal mana terlihat dari bentuk dan susunan pemerintahan serta penamaan jabatan pemerintahan, termasuk ketentuan-ketentuan adat yang digunakan sebagai sandaran dalam menyelenggarakan pemerintahan.


Dalam uraian selanjutnya, digunakan istilah fun untuk menyebut atau sebagai pengganti sebutan fun kapitla dan fun kalana. Demikian pula dengan istilah kapitla dan kalana, dalam uraian selanjutnya diganti dengan istilah persekutuan. Persekutuan dalam konteks ini mengandung makna pemerintahan persekutuan masyarakat hukum adat atau pemerintahan persekutuan hukum adat (rechtvoolks gemeenschappen).


2. Susunan Pemerintahan
Pemerintahan persekutuan hukum adat di Raja Ampat tersusun dalam dua tingkatan, yakni pemerintahan pada tingkat persekutuan yang lazimnya disebut dengan istilah pnuyeskari (dapat dimaknai sebagai pemerintahan tingkat atas atau pemerintahan pusat), dan pemerintahan pada tingkat kampung yang dikenal dengan sebutan pnu (dapat dimaknai sebagai pemerintahan tingkat bawah atau pemerintahan daerah). Pada pnuyeskari, pemerintahan dipimpin fun, dan pada pnu, pemerintahan dipimpin oleh Marin atau Marinpnu (kepala kampung).


Dari segi kelembagaan, pada pnuyeskari, selain lembaga fun, terdapat pula lembaga pembantu fun yang bertugas membantu fun dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan harian. Lembaga pembantu fun terdiri dari lembaga matavi, wara dan rat hadat. Ketiga Lembaga ini secara struktural agak sulit dibedakan karena sistem keanggotaannya bersifat rangkap dan permanen atau tetap. Tetapi jika dilihat dari segi fungsinya dapat dibedakan mengingat fungsi yang diperankan jelas menunjukkan perbedaannya.
Kecuali lembaga fun yang memiliki wewenang sebagai pengambil keputusan pada tingkat tertinggi dan terakhir (decision maker), maka lembaga rat hadat memiliki wewenang sebagai perumus keputusan (decision formulation) dan lembaga matavi memiliki wewenang selaku pelaksana keputusan (decision application), sedangkan lembaga wara memiliki wewenang sebagai yang mempertahankan atau mengamankan pelaksanaan keputusan (decision enforcement).


Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa lembaga-lembaga ini memiliki fungsi yang cenderung mirip dengan lembaga-lembaga pemerintahan modern, seperti rat hadat melaksanakan fungsi legislatif, matavi melaksanakan fungsi eksekutif, dan wara melaksanakan fungsi yudikatif.
Sedangkan pada tingkat daerah atau kampung, selain marin sebagai pemimpn kampung, dalam menyelenggarakan pemerintahan ia dibantu pula oleh kepala suku (Wuliso) dan kepala marga kaut gelet).


3. Susunan Organisasi Pemerintahan
Organisasi pemerintahan persekutuan hukum adat memiliki beberapa lembaga, yang jika dilihat dari segi fungsinya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Lembaga Fun
Lembaga ini terdiri dari fun dan dajaga. Fun berkedudukan sebagai pemimpin persekutuan, secara ex officio berkedudukan pula sebagai pemimpin lembaga-lembaga pemerintahan yang lain; sedangkan dajaga berkedudukan sebagai wakil fun, demikian untuk semua jabatan yang diduduki atau dijabat fun. Dalam melaksanakan pemerintahan fun dibantu pula oleh para pembantunya yang dikenal dengan sebutan matavi. Istilah matavi berasal dari bahasa Maya dan terdiri dari dua kata, yakni kata mat dan tevi. Kata mat artinya orang dan tevi artinya yang baik atau yang dipercaya. Jadi, istilah matavi artinya orang yang baik atau orang yang dipercaya. Ungkapan rasa kepercayaan kepada para matavi tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk pengangkatan para matavi tersebut sebagai kepala adat (kaut hadat), dan kepada mereka dipercayakan pula untuk menduduki jabatan-jabatan dalam pemerintahan persekutuan. Para matavi ini dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya bertanggung jawab kepada fun. Istilah matavi ini kemudian digunakan untuk menyebut lemabaga pelaksana pemerintahan harian atau juga dapat disebut sebagai lembaga pelaksana keputusan fun.

b. Lembaga Matavi
Lembaga ini melaksanakan fungsi pemerintahan, bermakna eksekutif. Matavi dipimpin fun dan dibantu pula oleh dajaga selaku wakil fun. Dalam menyelenggarakan fungsinya, fun dibantu fungsionaris pemerintahan lainya yang diangkat oleh fun dan diberi tugas melaksanakan pemerintahan sehari-harinya. Fungsionaris matavi itu terdiri dari :
1) Dumla
Ia bertugas dan berkewajiban mengatur, mengurus dan menjaga segala sesuatu aktivitas masyarakat yang berkenaan dengan hak ulayat persekutuan.
2) Maya (Mayoor)
Ia bertugas dan berkewajiban menjaga keamanan dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat persekutuan.
3) Kapitin Um Jajur
Ia bertugas dan berkewajiban mengatur dan mengurus hasil usaha masyarakat, baik dalam rangka penampungan maupun penyalurannya, termasuk penarikan retribusi dari hasil usaha dimaksud bagi kepentingan persekutuan.
4) Ukum
Ia bertugas dan berkewajiban mengatur dan mengurus berbagai persoalan kemasyarakatan yang berkaitan dengan pelanggaran aturan-aturan adat, termasuk mempersiapkan proses peradilan bagi sipelanggar.
5) Sawo
Ia bertugas dan berkewajiban menyampaikan pesan atau perintah fun dan fungsionaris matavi kepada rakyat atau pihak lain, baik di dalam maupun di luar lingkup persekutuan.
6) Sadaha (Sadaha Gamor)
Ia bertugas menjaga keamanan dan keselamatan fun, utamanya dalam melaksanakan tugas persekutuan.
7) Punta
Ia bertugas dan berkewajiban mengawasi aktivitas masyarakat yang berkenaan dengan perintah fun dan fungsionaris matavi, dan melaporkan hasil pengawasannya kepada pihak yang memerintah.
8) Marin
Ia bertugas dan berkewajiban memimpin pemerintahan pnu.
(Penggunaan istilah berikut fungsi jabatan pada setiap persekutuan di negeri ini senantiasa berbeda, meskipun demikian ada di antaranya pula yang sama).
Kecuali Marin yang akan dijelaskan secara tersendiri, maka semua fungsionaris Matavi dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya dibantu pula oleh beberapa pembantu (fasyul), yang diangkat oleh masing-masing fungsionaris dengan persetujuan fun. Pengangkatan fasyul harus memenuhi kriteria tertentu sesuai ketentuan adat yang berlaku. Kriteria itu antara lain, masih segaris keturunan dengan fungsionaris yang mengangkatnya, memahami ketentuan-ketentuan adat yang terkait dengan bidang tugas yang akan diembannya, dan baik serta terpuji perilakunya dalam masyarakat. Di samping matavi, fun juga memiliki pembantu khusus yang dikenal dengan sebutan yel lol, yang bertugas dan berkewajiban mengatur dan mengurus berbagai hal yang berkaitan dengan kepentingan fun, baik dalam kedudukannya sebagai pribadi maupun pemimpin persekutuan. Adapun fungsionaris yel lol dimaksud terdiri dari:
a) Sedasamoro dan Sadahulek
Mereka bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan fun dalam lingkungan rumahnya atau ketika bepergian meninggalkan rumah, kampung atau persekutuan, semacam pengawal pribadi.
b) Upunta
Ia bertugas menyadap informasi dari masyarakat dan menyampaikannya kepada fun mengenai segala sesuatu hal, baik yang berhubungan dengan pribadi dan keluarga maupun menyangkut persoalan persekutuan.
c) Kapitin
Ia bertugas dan berkewajiban melayani kehendak dan kepentinngan pribadi fun dan keluarganya dalam hubungannya dengan urusan kerumahtanggaan.
 
c. Lembaga Wara
Lembaga ini, seperti halnya dengan matavi, dipimpin oleh fun dan dibantu dajaga. Dalam melaksanakan tugas wara, fun dibantu:

1) Fungsionaris Matavi
Fungsionaris matavi yang dipercayakan oleh fun dalam kedudukannya sebagai pemimpin wara adalah dumla, maya, kapitin um jajur dan ukum.

2) Pemangku Igama
Pemangku igama yang dipercayakan menduduki jabatan anggota wara adalah imam dan kadi (hakim agama Islam) serta syamas (petugas agama Kristen Protestan). Kedua petugas agama ini hanya dihadirkan apabila perkara yang disidangkan berkaitan dengan hal-hal keagamaan dari masing-masing agama yang bersangkutan. Jadi, kehadiran mereka hanya bersifat insidentil atau kasuistis. Itu pun jika dikehendaki oleh pemimpin wara.

3) Pemimpin Mon
Mon adalah suatu makhluk kasat mata yang memiliki kekuatan super dan gaib di luar kekuatan manusia, yang diyakini masyarakat adat setempat sebagai bagian dari hidup dan kehidupan manusia dalam hubungannya dengan alam kosmos dan alam lingkungan di mana mereka hidup. Kepercayaan ini dianut oleh masyarakat setempat sebelum masuknya agama-agama samawi. Pemimpin mon dikenal dengan subutan kaut mon atau syamon. Syamon inilah yang biasanya mewakili pihak mon sebagai anggota wara. Hal mana mengingat keahlian dan pengetahuannya tentang berbagai hal yang berhubungan dengan kekuatan-kekuatan magis (magisch kracht), yang masih diyakini kuat oleh masyarakat setempat sebagai sesuatu kekuatan yang mampu mempengaruhi perilaku kehidupan manusia dalam hubungannya antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan alam lingkungannya, dan antara manusia dengan para makhluk supernatural (bangsa mon), termasuk dengan para arwah para leluhur mereka.
Lembaga ini bertugas memproses dan menyelesaikan sengketa-sengketa yang timbul di dalam kehidupan masyarakat. Lembaga wara ini menjadi tangung jawab ukum (fungsionaris matavi) untuk melaksanakannya, termasuk mengadakan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan musyawarah wara.

4) Lembaga Rat Hadat
Rat hadat adalah salah satu bentuk aktivitas dari para kepala adat (hadat) dalam lingkup pemerintahan persekutuan, di samping aktivitas lembaga di bidang matavi dan wara. Seperti halnya dengan lembaga-lembaga lainnya, lembaga ini pun dipimpin oleh fun dan dibantu oleh dajaga selaku wakil pimpinan lembaga. Lembaga inilah yang kemudian dikenal dengan sebutan lembaga musyawarah adat, dalam arti yang sebenarnya. Lembaga ini dalam pemahaman hukum adat disinonimkan pengertiannya dengan pemerintahan persekutuan hukum adat, yaitu suatu bentuk pemerintahan yang terdapat pada kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat, terutama dalam kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat di Papua, termasuk di Raja Ampat (Konstitusi menamakannnya dengan istilah rechtsvolksgemeenschappen yakni suatu kesatuan masyarakat hukum adat yang berpemerintahan sendiri atau penerintahan yang memiliki otonomi asli yang disebut zelbestuurende Land schappen atau inlandsche gemeente). Istilah rat hadat berasal dari bahasa Maya, dan terdiri dari dua kata, yakni kata rat dan hadat. Kata rat mengandung arti musyawarah, sedangkan kata hadat mengandung arti kepala-kepala adat atau kumpulan kepala adat. Jadi, rat hadat bermakna musyawarah kepala-kepala adat. Tugas pokok lembaga ini adalah memusyawarahkan berbagai persoalan-persoalan mendasar yang menyangkut penataan kehidupan masyarakat dan persekutuannya. Hasil musyawarah lembaga ini, kemudian menjadi landasan hukum bekerja bagi fungsionaris matavi dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Di samping itu melalui musyawarah rat hadat, dilahirkan pula berbagai aturan hukum yang wajib ditaati oleh seluruh warga persekutuan. Selengkapnya mengenai ikhwal organisasi rat hadat ini terurai sebagai berikut:

a) Struktur Organisasi
Lembaga musyawarah yang dipimpin oleh fun dengan dibantu dajaga ini beranggotakan berbagai unsur yang ada di dalam masyarakat, meliputi unsur hadat, igama dan uliso. Unsur igama dan uliso berkedudukan sebagai anggota tidak tetap, sedangkan usur hadat berkedudukan sebagai anggota tetap. Unsur hadat yang dimaksud adalah fungsionaris matavi, yang terdiri dari dumla, maya, kapitin um jajur, ukum, sawo, sadaha dan marin. Unsur igama yang dimaksud adalah pemimpin dari agama dan kepercayaan yang dianut dalam lingkup ulayat persekutuan. Mereka ini terdiri dari imam dan kadi (wakil golongan salam), syamas (wakil golongan nasara), dan syamon (wakil golongan mon). Sedangkan unsur uliso, terdiri dari kepala suku yang telah dinobatkan oleh fun sebagai kepala adat. Mereka adalah wakil dari kesatuan-kesatuan masyarakat suku yang bermukim dalam ulayat persekutuan yang bersama.
Dengan demikian jumlah anggota lembaga untuk setiap persekutuan berbeda, tergantung jumlah suku dalam suatu ulayat persekutuan, kecuali untuk anggota-anggota yang berasal dari golongan hadat dan igama/mon yang jumlah dan siapa yang akan menjadi anggota lembaga telah ditetapkan secara pasti. Komposisi keanggotaan dalam struktur organisasi yang demikian hanya terdapat pada rat hadat persekutuan, sedangkan pada kampung komposisi keanggotaannya terdiri dari marin (sebagai pemimpin lembaga), dengan anggotanya terdiri dari unsur uliso, igama/mon dan gelet. Dengan demikian jumlah anggota rat hadat kampung sangat tergantung pada jumlah uliso dan gelet, kecuali untuk wakil dari golongan igama/mon telah ada kepastian jumlah dan siapa yang berhak menjadi anggota.


b) Pemimpin
Identifikasi data mengenai pemimpin rat hadat ini meliputi hal-hal sebagai berikut :

(1) Mekanisme Pengisian Jabatan
Doktrin kalana yang mengajarkan bahwa hanya mereka yang dikodrati menjadi pemimpin yang boleh memiliki kekuasaan dan karenanya boleh memerintah, melandasi mekanisme pengisian jabatan dalam pemerintahan persekutuan, termasuk dalam pengisian jabatan pemimpin rat hadat. Konsekuensinya, hanya orang-orang yang seketurunan yang boleh memegang kekuasaan dan berhak memimpin rakyat. Doktrin ini kemudian menjadi suatu sistem yang dianut masyarakat dan atau menjadi ketentuan hukum ketatanegaraan adat dalam hal pergantian atau pengisian jabatan pemimpin dalam pemerintahan persekutuan, termasuk pemimpin rat hadat. Berdasarkan doktrin ini, maka pergantian atau pengisian jabatan fun hanya berlangsung secara terbatas dalam lingkungan keluarga sedarah dalam garis lurus ke bawah, dan atau hanya anak keturunan fun sajalah yang berhak atas jabatan fun. Dalam perkembangannya, doktrin ini kemudian memperoleh penafsiran yang lebih luas dan luwes, sehingga memungkinkan seorang fun dapat diganti atau diisi oleh orang yang bukan anak keturunannya, tetapi masih merupakan keluarga sedarah dalam garis lurus ke samping. Itu artinya, saudara sekandung dapat merupakan solusi alternatif bagi pergantian atau pengisian jabatan seorang pemimpin, jika anak keturunannya tidak ada yang memenuhi ketentuan hukum yang diharuskan. Selain ketentuan dimaksud, maka ketentuan hukum adat setempat juga tidak membenarkan seorang perempuan menjadi pemimpin. Itu artinya, hanya kaum lelaki yang boleh menjadi pemimpin. Demikian pula tidak ada keharusan bahwa yang harus menjadi pemimpin adalah anak lelaki yang tertua, meskipun begitu ada semacam prioritas yang diberikan kepada anak lelaki tertua. Artinya, kecuali anak lelaki tertua berhalangan dan atau dinilai tidak memenuhi ketentuan hukum yang diharuskan sebagai seorang pemimpin, maka hak untuk menjadi seorang pemimpin itu beralih kepada saudara yang kedua dan seterusnya diatur secara berurutan. Itu artinya, setiap anak lelaki berhak atas jabatan pimpinan pemerintahan persekutuan; yang membedakannya adalah siapa di antara mereka yang dinilai paling tepat memenuhi persyaratan hukum yang ditetapkan. Meskipun pengisian jabatan fun dilakukan berdasarkan atas asas keturunan, bukan berarti semua anak turunan seorang pemimpin dan atau saudara-saudara sedarahnya dapat secara langsung diangkat sebagai pengganti dan atau mengisi jabatan fun. Menurut ketentuan-ketentuan hukum ketatanegaran adat setempat, setiap bakal calon fun haruslah pula memenuhi ketentuan-ketentuan minimal, sebagai berikut:
(a) Memahami dan menguasai adat istiadat serta hukum adat secara luas dan ditunjukkan melalui perilakunya;
(b) Memahami dan menguasai hukum agama yang dianutnya secara baik dan benar yang ditunjukkan melalui perilakunya;
(c) Memiliki kemampuan memimpin yang ditunjukkan melalui perilakunya;
(d) Berperilaku terpuji yang ditunjukkan dalam pergaulan sehari-hari.
Seseorang bakal calon pemimpin untuk dapat memenuhi ketentuan-ketentuan dimaksud itu, sudah sejak kecilnya dibina melalui pendidikan adat dan agama, semacam inisiasi nya dirit dan atau ummon), yang diberikan oleh para ahlinya. Dengan demikian seorang bakal calon dapat dinilai perilaku dan kemampuan yang dimilikinya. Hasil penilaian dari para pengasuh atau pembimbing (jowguru dan syamon) dimusyawarahkan dalam rat hadat. Mufakat atau kesepakatan rat hadat menjadi dasar hukum bagi penetapan pemimpin persekutuan.


(2) Sistem Kepemimpinan
Sistem kepemipinan yang diterapkan fun/marin dalam memimpin rat hadat, termasuk pemerintahan persekutuan/kampung didasarkan pada doktrin kalana dan kapitla. Di samping kedua doktrin tersebut, dikenal pula mitos yang menceriterakan bahwa sesungguhnya fun adalah jelmaan dari mon dan atau setidak-tidaknya adalah turunan dari mon. Mon diyakini identik dengan bangsa Jin atau yang secara ilmu disebut mahluk supernatural. Mon diyakni sebagai pemegang kekuasaan atas alam kosmos di mana manusia itu hidup. Mon memiliki kekuatan super magis (sababeto) yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia dan perjalanan alam kosmos. Konsep seperti ini dkenal dengan sebutan cariti. Cariti ini melahirkan kepercayaan bahwa fun memilki kekuatan magis yang super sakti seperti halnya dengan mon. Dengan demikian kehadiran seorang fun ditengah-tengah manusia adalah untuk menjaga keseimbangan alam kosmos agar jangan sampai terganggu oleh perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab. Dalam konteks itu, kehadiran fun senantiasa mendapatkan perlindungan dan pengawasan dari mon. Doktrin ini menimbulkan dua akibat hukum yang mewarnai sistem kepemimpinan yang mendasari fun dalam menjalankan kepemimpinan atas rakyatnya, dan membentuk sikap masyarakat terhadap pemimpinnya. Akibat hukum yang pertama, melahirkan kewajiban bagi rakyat untuk patuh dan taat kepada perintah fun. Pengingkaran terhadap perintah fun dapat mendatangkan kutukan, berupa malapetaka yang dapat menyiksa atau mematikan pengingkar (bahkan dapat menimpa masyarakat, suku atau marga yang bersangkutan). Pengingkaran terhadap perintah fun dianggap sebagai telah melakukan perbuatan yang mengganggu keseimbangan alam kosmos. Untuk mengatasi malapetaka atau akibat kutukan itu, pengingkar berkewajiban memohon ampunan fun. Jika dikabulkan maka bentuk pengampunannya berwujud sanksi (ukuman). Jadi sanksi adalah konkritisasi dari pengampunan fun atas kesalahan atau pelanggaran yang dibuat oleh warga masyarakat persekutuan terhadap perintah fun (perintah fun dalam arti luas dapat dimaknai sebagai aturan-aturan hukum adat). Sanksi tersebut ditujukan untuk mengembalikan keseimbangan alam kosmos yang telah terjadi akibat perbuatan pelanggaran aturan-aturan adat. Dengan kata lain, manakala terjadi ketidakseimbangan alam kosmos akibat perbuatan seseorang atau sekelompok orang maka fun berkewajiban untuk mengambil tindakan konkrit, berupa pemberian sanksi atau hukuman, terhadap orang atau sekelompok orang tersebut untuk mengembalikan keseimbangan alam kosmos yang tadinya terganngu. Sanksi terberat adalah sumpah (sasi). 
 
Dengan demikian sanksi atau ukuman adalah tindakan untuk mengembalikan keseimbangan alam kosmos yang tadinya terganggu akibat perbuatan manusia yang melanggar aturan-aturan adat. Akibat hukum yang kedua, kewajiban tunduk dan patuh dari bala kepada fun berimplikasi pada keharusan fun untuk memberikan perlindungan, menciptakan rasa aman dan tertib hidup, dan memenuhi kebutuhan dasar hidup dan atau meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat yang dipimpinnya. Untuk melaksanakan kewajiban itu, fun melibatkan masyarakat dalam segala bentuk aktivitas yang berorientasi pada tujuan memenuhi kewajiban fun atau hak rakyat yang wajib dipenuhi fun. Keterlibatan masyarakat mengharuskan persesuaian kehendak antara dua belah pihak, yakni antara fun dan balanya. 
 
Dengan begitu, keseimbangan alam kosmos dapat terus dipertahankan keberadaan dan keberlangsungannya. Konsep ini dikenal dengan sebutan rathadat-ratbala, yakni persekutuan pemimpin-persekutuan rakyat atau yang dikenal pula dengan sebutan musyawarah pemimpin-musyawarah rakyat. Maksudnya, pemimpin dan rakyat harus bersatu dalam visi, misi dan gerak dalam menyelesaikan segala persoalan hidup dan kehidupan yang dihadapi. Doktrin inilah yang kemudian melahirkan konsep musyawarah, partisipasi dan gotong-royong, sebagai landasan bekerja bagi pemerintah dan rakyat dalam menjalankan segala aktivitas kehidupan bermasyarakat dan berpemerintahan. Musyawarah-mufakat (di samping partisipasi dan gotong-royong) dengan demikian menjadi wahana penting dan menentukan dalam kehidupan berpemerintahan dan bermasyarakat. Pengambilan keputusan dalam kerangka penye-lenggaraan pemerintahan mutlak dilaksanakan melalui musyawarah-mufakat. Apabila dalam musyawarah belum diperoleh kata sepakat atau mufakat bulat, maka kegiatan musyawarah tersebut harus ditunda untuk dilaksanakan kembali pada waktu yang lain, sehingga melahirkan suatu putusan yang disepakati oleh semua anggota atau peserta musyawarah dengan tanpa kecuali. Jika di dalam musyawarah itupun belum diperoleh kata sepakat, maka fun memiliki wewenang untuk mengambil keputusan dengan bersandar pada aspirasi yang berkembang selama musyawarah berlangsung. 
 
Dalam musyawarah, peserta memiliki hak yang sama untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat mengenai hal yang tengah dipersoalkan. Pemimpin musyawarah, termasuk wakilnya, hanya bertugas untuk menilai pikiran dan pendapat yang disampaikan, kemudian mengklarifikasi dan menyimpulkannya sebagai kesepakatan akhir, yang kemudian disahkan sebagai putusan musyawarah. Putusan itu wajib dilaksanakan oleh para fungsionaris matavi sesuai bidang tugas dan tanggung jawabnya masing-masing. Selanjutnya, fun dengan melalui dajaga dan pembantu khususnya bertugas mengadakan monitoring dan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan. Hasil monitoring dan pengawasan merupakan bahan evaluasi bagi pimpinan untuk menilai fungsionaris dan bala dalam melaksanakan putusan. Dalam hal tertentu, fun dapat memerintahkan diadakannya musyawarah guna membicarakan kembali keputusan yang telah ditempuh itu. 
 
Melalui musyawarah inilah akan diketahui secara pasti apa kendala dan keberhasilan yang telah dicapai selama tenggang waktu yang telah ditetapkan bagi pelaksanaan keputusan tersebut. Dengan demikian, meskipun bentuk pemerintahan persekutuan di Raja Ampat adalah kerajaan tradisional atau persekutuan kampung dengan pemimpin yang diangkat berdasarkan keturunan, tetapi dalam setiap aktivitas pemerintahan didahului dengan musyawarah untuk mencapai mufakat-bulat. Musyawarah-mufakat bulat merupakan landasan hukum kerja bagi pemerintah persekutuan /kampung dalam menjalankan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. 
 
Sistem kepemimpinan yang demikian ini terlihat juga dalam pemerintahan pnu. Marin dalam kedudukannya baik sebagai utusan maupun selaku marinpnu hanya bertugas mengkoordinir pemangku adat, pemangku agama dan masyarakat kampung untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. Ia dengan dibantu oleh kepala suku, kepala marga dan pemangku agama secara sadar merasa wajib untuk untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang bertujuan bagi kemaslahatan bala. Kegiatan mana dilakukan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Hasil musyawarah, yang berwujud kebijaksanaan pemerintahan kampung, dalam aplikasinya melibatkan seluruh warga masyarakat. Dalam kaitan itu, sebelum kebijaksanaan dilaksanakan harus disosialisasikan kepada masyarakat melalui rapat-rapat kampung. Melalui sosialisasi tersebut, disepakati sumber pembiayaan dan teknik pelaksanaan yang akan digunakan bagi mewujudkan kebijaksanaan dimaksud. Dengan demikian kegiatan-kegiatan operasional terhadap sesuatu rencana kegiatan dengan sendirinya menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama. Selain hal-hal tersbut di atas, dalam sistem kepemimpinan fun di ulayat kepulauan ini, oleh para pendahulu (the founding fathers/mothers) sesungguhnya telah pula membekali para fun dengan ajaran-ajaran kepemimpinan yang menurut mereka merupakan prinsip keabadian yang mutlak dimiliki oleh seorang pemimpin, dan yang sekaligus merupakan kriteria utama dalam menilai keberadaan dan karakteristik seorang calon pemimpin atau pemimpin. Prinsip-prinsip keabadian kepemimpinan dimaksud ditujukan bagi penciptaan masyarakat yang aman, damai dan adil, sejahtera dan bahagia dalam lindungan kasih dan sayang Penguasa alam semesta. 
 
Prinsip keabadian kepemimpinan tersebut dapat dirumuskan secara ringkas sebagai berikut :

(1) Prinsip Keabadian Matahari
Matahari adalah pelita atau obor dunia yang secara kodrati diciptakan bagi memberikan penerangan atas kegelapan alam dan menjadi sumber utama hidup dan kehidupan serta kekuatan bagi segala sesuatu yang menjadi ciptaan Sang Penguasa Alam. Sinar matahari adalah sinar keabadian yang diperolehnya secara langsung dari kuasa Sang Pencipta Alam. Menurut konsep ini, setiap orang yang menjadi pemimpin adalah bukan atas kehendaknya tetapi telah menjadi ketetapan atau kodrat Ilahiah. Oleh karena itu seorang pemimpin haruslah mengkondisikan dirinya selaku orang yang mampu menjadi harapan rakyatnya bagi terciptanya hidup dan kehidupan yang aman, damai, adil, sejahtera dan bahagia atas mereka. Dalam kerangka itu, jika terdapat kejahatan di antara rakyatnya maka adalah menjadi kewajiban baginya untuk membakarrnya. Tetapi ingat, jangan membakar rakyatmu dengan panas matahari yang ganas, karena terbakarnya rakyatmu akan dapat pula membakar dirimu.

(2) Prinsip Keabadian Bintang
Menurut konsep ini, seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya haruslah bersikap seperti bintang. Artinya bersikap sebagai orang yang patut diteladani sikap dan perilakunya. Sikap dan perilaku dimaksud bukanlah sikap dan perilaku yang dibuat-buat tetapi sikap dan perilaku yang bersifat keabadian, yang menyatu dengan si pemiliknya. Landasan filosofisnya adalah bahwa bintang sesungguhnya merupakan sesuatu ciptaan Sang Penguasa bagi orang tersesat atau hidup tanpa arah atau tujuan. Kehadiran bintang menjadi penunjuk arah dan atau sebagai pengatur tujuan ke mana seharusnya orang itu bersandar atau berpedoman. Dalam konteks kepemimpinan, seorang pemimpin haruslah menempatkan dirinya sebagai penentu arah atau pengatur tujuan ke mana masyarakat yang dipimpinnya akan dibawa. Dia menjadi teladan di mana rakyat harus berkiblat. Oleh karena itu seorang pemimpin harus mampu berperilaku baik dan terpuji dalam segala penampilannya, baik dilingkungan individual maupun di hadapan rakyat yang mengharapkan kehadirannya selaku pemimpin.

(3) Prinsip Keabadian Bulan
Ada masa di mana segala penciptaan merasakan dan menikmati indahnya sinar bulan, tetapi ada pula masa di mana kegelapan bulan dengan segala misterinya membuat segala penciptaan merasakan kegalauan. Kadangkala di kala terang benderang sinar bulan yang indah, datang kegelapan seketika akibat berlalunya awan hitam yang meredam kekuatan sinarnya, maka seketika itu gelaplah alam walaupun hanya dalam waktu sekejap. Tetapi bulan tidak pernah marah sinarnya tetap menjadi sumber keindahan yang layak dinikmati, tidak berubah dan terpengaruh. Bedanya sinar bulan dan sinar matahari adalah matahari memperoleh sinar dari Sang Pencipta Alam tetapi bulan senatiasa menerima sinar dari matahari. Oleh karena itu, seorang pemimpin hendaklah bersifat sabar dalam menghadapi segala sikap dan perilaku rakyatnya yang beraneka ragam. Lihatlah bulan, ia tiada pernah terpengaruh karena ditutupi sinarnya oleh awan yang hitam pekat sekalipun. Tetapi manakala seorang pemimpin tidak menahan emosinya maka luapkanlah sepuasmu di balik kesendirianmu, tanpa harus diketahui rakyatmu, seperti bulan yang ketika marah ia berdiam di balik kegelapan, tiada mau menampakkan sinarnya.

(4) Prinsip Keabadian Angin
Angin hakekatnya merupakan sesuatu bentuk penciptaan yang bagi manusia tiada dapat terhindar atau berlindung dari hembusannya, baik itu angin semilir maupun angin topan atau badai. Angin semilir membawa kesejukan dan rahmat. Banyak di antara manusia sangat sering mendambakan kehadiran angin semilir karena dapat membuat jiwanya menjadi tenang dan damai. Demikian juga banyak di antara tanaman yang menanti hembusan angin, karena kehadirannya senantiasa membuat tanaman itu dapat berkembang biak. Tetapi angin juga dapat membawa malapetaka bagi apa dan siapa saja yang dikehendaki Sang Pencipta. Seorang pemimpin sebaiknya bersikap seperti angin, di mana di setiap kesempatan haruslah bisa menemui rakyatnya dengan tanpa pilih kasih. Dan pula kehadirannya haruslah membawa kedamaian dan rahmat sesuai harapan rakyatnya. Tetapi jika rakyatnya nakal maka sekali-sekali hendaklah ia datang bagaikan angin topan yang menghancurkan kenakalan tersebut.

(5) Prinsip Keabadian Air
Air adalah sumber kehidupan, tiada air maka tiada kehidupan. Ingatlah, air tidak pernah mengalir ke atas tetapi ia senantiasa mengalir dari atas ke bawah. Olehnya itu, seorang pemimpin hendaklah bersikap seperti air itu, ia harus menjadi sumber bagi terciptanya rasa aman, damai, adil, sejahtera dan bahagia. Dan dalam kerangka itu, maka apapun penghasilan atau kekayaan yang dimiliki hendaklah didahulukan pengalirannya bagi rakyat. Manakala sudah sampai pada klimaksnya, di mana air sudah tidak tertampung lagi oleh rakyatnya, maka nikmatilah tumpahan air itu sepuasmu, karena tiada lagi rakyat yang akan menangisi dan meratapi nasibnya, dan mengutuk pemimpinnya. Maka hendaklah engkau mendahulukan kepentingan dan kesejahteraan rakyatmu daripada kepentingan dan kesejahteraan dirimu sendiri.

(6) Prinsip Keabadian Bumi atau Tanah.
Bumi atau tanah adalah tempat di mana setiap penciptaan dihadirkan, termasuk mahluk manusia. Di sanalah mereka dilahirkan, dibesarkan dan kemudian meninggal, lalu kembali kehadirat-Nya. Ia kemudian dikuburkan ke dalam bumi di mana ia dilahirkan. Tiada boleh ada sesuatu yang menyertainya, termasuk pangkat, jabatan dan harta kekayaan yang dimilikinya. Sang Pencipta tidak memerlukan segalanya itu karena memang ia adalah sumber dari segalanya itu. Sang Pencipta tidak memerlukan pangkat, jabatan, dan harta kekayaan karena Ia adalah sumber dari pencipta pangkat, jabatan, dan harta kekayaan. Oleh karena itu, janganlah kamu menyombongkan dirimu dengan segala apa yang kamu miliki, baik itu pangkat, jabatan maupun harta kekayaan. Demikian pula janganlah kamu sombongkan kehormatan dan kekuatanmu karena sesunggunya Yang Maha Perkasa hanya Dia Sang Pencipta Alam. Ingat di atas kepalamu masih ada langit dan di atas langit masih ada langit, yang sewaktu-waktu jika dikehendaki Sang Pemilik maka ia dapat runtuh menimpa dirimu.


(c) Sistem Keanggotaan
Anggota rat hadat terdiri dari anggota tetap dan anggota tidak tetap. Anggota tetap terdiri dari fungsionaris matavi, sedangkan anggota tidak tetap terdiri dari pemangku igama/mon dan kepala suku. Pada pemerintahan kampung keanggotaan rat hadat agak berbeda, yakni meliputi unsur hadat, igama/mon, uliso dan gelet. Anggota tetap diangkat dan ditetapkan oleh fun secara turun-temurun dengan ketentuan seperti yang diharuskan pada pengangkatan dan penetapan fun. Kecuali itu, yang bersangkutan harus mendapat persetujuan marga melalui musyawarah mufakat yang dilakukan di antara mereka. Sedangkan untuk anggota tidak tetap, seperti dari unsur igama (kecuali mon), dan unsur uliso tidak diangkat tetapi ditunjuk oleh fun berdasarkan jabatannya. Kehadiran anggota tidak tetap dikehendaki manakala hal-hal yang dibicarakan dalam musyawarah berkaitan dengan bidang keahlian atau kekuasaannya, sehingga kehadirannya. Keterangannya merupakan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Jadi kehadirannya dalam musyawarah bersifat insidentil dan kasuistis.


(d) Tujuan Kelembagaan
Kehadiran lembaga ini pada hakikatnya bertujuan untuk selain mewadahi aspirasi rakyat, juga dimaksudkan sebagai wahana bagi perumusan kebijaksanaan pemerintahan persekutuan, yang diperuntukkan bagi penciptaan rasa aman, damai dan sejahtera bagi seluruh warga masyarakat. Peranan yang dilakukan rat hadat persekutuan juga dilakukan pada rat hadat kampung. Perbedaan peranannya terletak pada lingkup substansi yang dijadikan objek musyawarah. Persekutuan rat hadat berfungsi merumuskan dan menetapkan kebjaksanaan persekutuan serta aturan-aturan berupa larangan dan atau perintah adat sebagai pedoman berprilaku bagi warga persekutan dalam menjalani kehidupannya, baik kehidupan pribadi dan bermasyarakat maupun kehidupan berpemerintahan. Pengingkaran terhadap larangan dan atau perintah tersebut dapat berakibat dikenakan sanksi. Sedangkan pada rat hadat kampung, selain bertugas merumuskan dan mengaplikasi kebijaksanaan persekutuan, juga berwenang merumuskan dan menetapkan kebijaksanaan sendiri yang berlaku secara terbatas dalam lingkup kampungnya. Dengan demikian rat hadat dalam sistem pemerintahan persekutuan di ulayat Raja Ampat ini memiliki kedudukan yang sangat penting dan menentukan bagi kehidupan masyarakatnya, baik menyangkut tertib kehidupan maupun dalam upaya mengangkat harkat dan martabat kehidupan, termasuk upaya meningkat-kan kesejahteraan dan kedamaian hidup masyarakat.


4. Kondisi Saat Ini
Kondisi masyarakat Salawati hari ini merupakan kondisi yang sangat bertolak belakang baik pemerintahannya maupun kegiatan penduduknya dari konsep ideal berdasarkan konsep pemerintahan adat yang semestinya. Dalam bentuk pemerintahan para kepala adat, tidak memiliki peranan sedikitpun karena secara administrasi semuanya sudah mengikuti bentuk pemerintahan saat ini. Pemerintahan saat ini berada dalam susunan Kabupaten, Distrik, dan kampung. Para kepala adat biasanya hanya memiliki peranan di tingkatan kampung. Pulau Salawati secara administratif terbagi menjadi 2 Distrik, yaitu Salawati Utara dan Salawati Selatan. Salawati Utara berada pada adminstratif Kabupaten Raja Ampat dan Salawati Selatan berada pada administratif Kabupaten Sorong.


Hilangnya konsep Kalana di masyarakat Salawati berdampak pada masuknya investasi seperti Perusahaan Petrochina dan penebangan kayu. Sehingga penduduk setempat hanya terkena imbas dari adanya dua eksploitasi besar itu. Bahkan masuknya mereka juga diindikasikan oleh adanya pemimpin-pemimpin masyarakat (Marin) yang dapat dibeli dengan uang.
Makna kepemimpinan di Salawati akhirnya bergeser kepada orang yang memiliki uang atau orang Partai yang kemudian ikut pencalonan kepala daerah sampai dengan kepala distrik.Posisi kepala adat pada akhirnya hanya merupakan simbolis semata yang sifatnya informal. Sedangkan generasi mudanya banyak yang merantau ke kota dengan alasan pekerjaan dan pendidikan. Regenerasi secara adat pun tidak berjalan dan mengalami pergeseran pola berfikir yang tinggi.


Penduduk yang ada di Salawati banyak menggantungkan hidupnya pada perkebunan durian dan pinang. Hasil dari perkebunan itu dijual ke Sorong dan pulau Waigeo sebagai ibukota kabupaten.
Di kampung Sailolof sendiri masih belum terjamah dengan listrik dan jalan aspal. Satu-satunya transportasi untuk berhubungan dengan kampung lainnya hanya melalui jalur laut.
Jika kita jeli melihat permasalahan ini, maka perlu diselesaikan secara ketatanegaraan Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Karena pemerintahan yang didasarkan dari dua pusaka itu ialah berangkat dari pemerintahan adat dari setiap daerah yang terbangun secara bottom up menjadi pemerintah Republik Indonesia. Akan tetapi bangsa kita saat ini kerap meninggalkan falsafah itu dan lebih cenderung menggunakan model pemerintahan ala barat yang banyak ditentukan oleh partai politik dan uang. Sehingga musyawarah mufakat selalu ditinggalkan dan tidak lagi mengangkat pemimpin berdasarkan konsep Kalana yang didasarkan dari kepentingan rakyat.


Penutup
 
Dari pembahasan di atas dapat diketahui bahwa kehidupan masyarakat jauh lebih baik dengan menggunakan Pemerintahan adat daripada menggunakan pemerintahan modern yang lebih banyak mengangkat pemimpin dari sudut pandang harta dan jabatannya. Dengan pemerintahan adat, penduduk setempat akan menjadi tuan rumah di wilayahnya sendiri dan tidak memutus hubungan dengan daerah-daerah lain disekitarnya. Dari pemerintahan adat dengan prinsip permusyawatan perwakilan akan ada hubungan horizontal dan vertical kepada pemerintahan Republik Indonesia secara harmonis.
 
Beberapa faktor yang menjadi penyebab hancurnya pemerintahan adat di Pulau Salawati, antara lain :
• Masuknya konsep pemerintahan ala barat seperti Demokrasi yang lebih mengarah pada tingginya pola kekuasaan seseorang yang ditinjau dari harta kekayaan dan jabatan.
• Masuknya prinsip-prinsip ekonomi yang hanya mengejar keuntungan semata, sehingga berdampak pada kerusakan lingkungan dan eksploitasi manusia
• Tingginya tingkat urbanisasi dari pemuda-pemuda Salawati, sehingga menyebabkan terputusnya regenerasi penanaman adat dan kesinambungan kepemimpinan adat
• Kurangnya pembangunan infrastruktur yang memadai di pulau Salawati sehingga banyak bergantung pada pemilik-pemlik modal yang menanamkan modal di pulau Salawati.

Dari factor-faktor tersebut dan seiring berjalannya waktu, bentuk pemerintahan adat Salawati semakin terkikis dan berubah menjadi legenda dan atau mitos. Bahkan untuk dua generasi kedepan, baik legenda maupun mitosnya juga diprediksikan hilang. Tingkat kehidupan akan semakin sulit jika masalah ini tidak ditanggulangi.
 
Penanggulangan dari masalah itu secara revolusioner adalah dengan merombak tatanan pemerintahan kita saat ini. Mengembalikan tatanan pemerintahan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila. Pemerintahan yang demikian mengamanatkan kepada anak bangsa ini untuk menempatkan perwakilan adat dalam Lembaga Tertinggi Negara kita sebagai bentuk manivestasi dari persatuan adat istiadat dan budaya dari seluruh Indonesia.
 
Dengan seperti itu maka kehidupan berbangsa yang berakar dari setiap adat akan memiliki kesinambungan dan ikatan yang kuat untuk mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Konsep itu dapat dijalankan jika hanya disertai oleh revolusi pola berfikir kita yang saat ini banyak terkontaminasi oleh budaya barat. Dan hanya dengan metode musyawarah mufakat, kepemimpinan akan berjalan selaras dan seimbang. Termasuk pemerintahan adat Salawati juga akan berjalan demikian.

Dimana para fun dari setiap kampung akan menjelma menjadi wakil rakyat yang membawa aspirasi masyarakat dari tingkatan keluarga sampai dengan tingkatan pusat. Permusyawaratan perwakilan itu sejatinya akan membawa rasa aman dan meningkatan kesejahteraan bagi masyarakat. Kedaulatan mereka dalam bentuk diposisikan di pemerintahan akan menjadi lebih baik.
 
Inilah yang dinamakan konsep pemerintahan luhur bangsa Indonesia yang terangkum dalam Pancasila dan dalam wujud kebhinekaan tunggal ika. Konsep itu yang semestinya kita pertahankan dan lestarikan dalam bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasarkan Pancasila.


Posted by : Adityo Nugroho

Tidak ada komentar:

Posting Komentar