Kepulauan Raja Ampat merupakan rangkaian empat
gugusan pulau yang berdekatan dan berlokasi di barat bagian Kepala
Burung (Vogelkoop) Pulau Papua. Secara administrasi, gugusan ini berada
di bawah Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat. Kepulauan ini
sekarang menjadi tujuan para penyelam yang tertarik akan keindahan
pemandangan bawah lautnya. Empat gugusan pulau yang menjadi anggotanya
dinamakan menurut empat pulau terbesarnya, yaitu Pulau Waigeo, Pulau
Misool, Pulau Salawati, dan Pulau Batanta. Asal mula nama Raja Ampat
menurut mitos masyarakat setempat berasal dari seorang wanita yang
menemukan tujuh telur. Empat butir di antaranya menetas menjadi empat
orang pangeran yang berpisah dan masing-masing menjadi raja yang
berkuasa di Waigeo, Salawati, Misool Timur dan Misool Barat. Sementara
itu, tiga butir telur lainnya menjadi hantu, seorang wanita, dan sebuah
batu.
Dibalik pesona keindahan alam Raja Ampat ternyata kepulauan
ini memancarkan sejarah peradaban luhur nenek moyang Nusantara.
Peradaban tersebut dalam bentuk pemerintahan adat yang terdiri atas
persekutuan-persekutuan dari setiap pulau. Secara umum pemerintahan adat
di Raja Ampat tidak jauh berbeda dengan pemerintahan adat di daerah
lainnya. Secara sifat semuanya memiliki persamaan dimana kepemimpinan
menjadi faktor dominan dalam mengatur kehidupan masyarakat. Hanya
kriteria dan nama dari seseorang yang menjadi pemimpin yang berbeda.
Wawasan mengenai pemerintahan adat di Raja Ampat perlu diketahui oleh
generasi penerus agar selalu dijaga dan dilestarikan. Makna yang
terkandung dalam pemerintahan adat itu merupakan bentuk pemerintahan
asli orang Indonesia sebagai warisan luhur nenek moyang kita.
Akan
tetapi fenomena yang berkembang saat ini bentuk pemerintahan adat itu
sudah tidak lagi tampak dan hilang. Sehingga menyebabkan penduduk asli
yang tinggal di kepulauan itu mengalami kemiskinan baik kultural maupun
struktural.
Lestarikan Pemerintahan Raja Ampat
Mengangkat kembali keluhuran, keagungan, dan kemegahan pemerintahan adat
Raja Ampat yang akan dijadikan sistem berfikir generasi yang akan
datang dalam memandang suatu pemerintahan adalah penting. Bukan tidak mungkin bentuk
pemerintahan adat seperti itu akan kembali berdiri dengan megah seiring
munculnya kejenuhan dan ketidakpercayaan yang tinggi dari masyarakat
pada pemerintah. Jadi dalam rangka mencari format untuk konsep
pemerintahan di Raja Ampat khususnya dan pemerintahan Indonesia pada
umumnya.
Saya pun mengadakan penelitian dengan ruang lingkup bentuk, sistem, dan struktur organisasi pemerintahan adat di Salawati.
Ditambah dengan adanya pembahasan mengenai kondisi masyarakat Salawati
saat ini sebagai anomali karena tidak berjalannya pemerintahan adat.
Selain itu semakin tergerusnya nilai-nilai luhur di Pulau Salawati
berdampak juga dengan rendahnya tarah hidup masyarakat.
Data-data
yang menjadi bahan penelitian ini didapat dari hasil wawancara dengan
bapak Ahmad Mayalibit kepala adat Sailolof, Pulau Salawati. Beliau masih
fasih dalam menceritakan sejarah Pulau Salawati dan ditambah dengan
data yang ia miliki berupa dokumen tua mengenai pemerintahan adat
Salawati sebagai bagian dari pemerintahan adat Raja Ampat. Dari
dokumen-dokumen tersebut diketahui secara terperinci mengenai struktur
pemerintahan adat Salawati. Dari konsep-konsep yang ada, peneliti
tinggal memadukan dengan teori-teori adat yang ada dalam studi
kepustakaan dan lazimnya bentuk pemerintahan Negara beserta
kelembagaannya.
Observasi yang dilakukan oleh peneliti di Pulau
Salawati selama kurang lebih dua bulan dinilai cukup memenuhi kebutuhan
penelitian. Ada beberapa kendala mengenai keterbatasan baik jarak maupun
narasumber yang sulit ditemui. Maka peneliti banyak mendapatkan data
tambahan dari makalah-makalah yang ada mengenai pemerintahan adat
Salawati khususnya dan Raja Ampat pada umumnya.
Pemerintahan adat
yang selalu berangkat dari hukum adat di setiap daerah merupakan suatu
rangkaian sistem yang tak terpisahkan. Hukum adat menunjukan adanya
nilai-nilai yang universal seperti :
• Asas gotong-royong • Fungsi social manusia dan milik dalam masyarakat • Asas persetujuan sebagai dasar kekuasaan umum • Asas perwakilan dan permusyawaratan dalam system pemerintahan (Wignjodipoero, 1988 : 59)
Dari hirarki di atas jelas bahwa sebelum munculnya pemerintahan adat,
maka ada terlebih dahulu gotong royong dalam membangun dan menetapkan
hukum adat itu sendiri. Sehingga hukum adat itu akan mengatur fungsi
social masyarakat yang termanivestasi dalam kelembagaan. Dari pola
interaksi itu akan ada persetujuan bersama sebagai dasar kekuasaan umum.
Dari prinsip-prinsip itu maka pemerintahan adat yang berjalan kemudian
sudah pasti berpola permusyawaratan perwakilan dalam menampung segala
aspirasi warga untuk memecahkan permasalahan kehidupan.
Dari
penjabaran itu kita pahami bahwa setiap hukum termasuk hukum adat
merupakan suatu sistem, artinya kompleks norma-normanya yang merupakan
suatu kebulatan sebagai wujud pengejawantahan daripada kesatuan alam
pikiran yang hidup di dalam masyarakatnya. Secara sifat, hukum adat
memiliki corak :
• Corak kebersamaan atau komunal yang kuat, artinya
manusia menurut hukum adat merupakan makhluk dalam ikatan
kemasyarakatannya yang erat, rasa kebersamaanya ini meliputi seluruh
lapangan hukum adat. • Corak religio-magis yang berhubungan dengan pandangan hidup alam Indonesia
• Hukum adat diliputi oleh pikiran penataan serba konkrit, artinya
hukum adat sangat memperhatikan banyaknya dan berulang-ulangnya
perhubungan-perhubungan hidup yang kongkrit • Hukum adat mempunyai
sifat yang visual, artinya perhubungan hukum dianggap hanya terjadi oleh
karena ditetapkan dengan suatu ikatan yang dapat dilihat. (Wignjodipoero, 1988 : 68)
Sifat dalam hukum adat itu yang tetap dipegang teguh oleh
generasi-generasi berikutnya. Dan biasanya sifat itu tidak mungkin
hilang. Hanya yang ada ialah berkurangnya kadar dari sifat itu karena
perubahan arus kehidupan dan lemahnya pendidikan karakter dari orang tua
ke anaknya. Permasalahan-permasalah tersebut yang sekiranya perlu
juga diangkat untuk ditemukan solusinya kemudian. Dalam menerangkan
mengenai system hukum adat Raja Ampat yang kompleks dan diambang
kepunahan, hanya dapat dilakukan dengan metode kualitatif sebagai metode
penelitiannya.
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang
mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-strategi yang bersifat
interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami
fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Dengan demikian
arti atau pengertian penelitian kualitatif tersebut adalah penelitian
yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti
merupakan instrumen kunci (Sugiyono, 2010: 2). Dua hal yang utama
dalam penelitian kualitatif adalah Pertama, penggunaan lingkungan
alamiah sebagai sumber data. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam
suatu situasi sosial merupakan kajian utama penelitian kualitatif.
Peneliti pergi ke lokasi tersebut, memahami dan mempelajari situasi.
Studi dilakukan pada waktu interaksi berlangsung di tempat kejadian.
Peneliti mengamati, mencatat, bertanya, menggali sumber yang erat
hubungannya dengan peristiwa yang terjadi saat itu. Hasil-hasil yang
diperoleh pada saat itu segera disusun saat itu pula. Apa yang diamati
pada dasarnya tidak lepas dari konteks lingkungan di mana tingkah laku
berlangsung.
Kedua, memiliki sifat deskriptif analitik. Yaitu,
data yang diperoleh seperti hasil pengamatan, hasil wawancara, hasil
pemotretan, analisis dokumen, catatan lapangan, disusun peneliti di
lokasi penelitian, tidak dituangkan dalam bentuk dan angka-angka.
Peneliti segera melakukan analisis data dengan memperkaya informasi,
mencari hubungan, membandingkan, menemukan pola atas dasar data aslinya
(tidak ditransformasi dalam bentuk angka). Hasil analisis data berupa
pemaparan mengenai situasi yang diteliti yang disajikan dalam bentuk
uraian naratif. Hakikat pemaparan data pada umumnya menjawab
pertanyaan-pertanyaan mengapa dan bagaimana suatu fenomena terjadi.
Untuk itu peneliti dituntut memahami dan menguasai bidang ilmu yang
ditelitinya sehingga dapat memberikan justifikasi mengenai konsep dan
makna yang terkandung dalam data.
Salawati
Kita bahas terlebih dulu asal nama Salawati. Menurut, bapak A. Mayalibit nama
Salawati berasal dari kata “Shalawat” yang berarti doa, keberkahan, atau
kemuliaan. Biasanya kata shalawat disematkan untuk memuji nabi Muhammad
SAW. Dan Pulau Salawati merupakan pulau tempat masuknya Islam untuk
kepulauan Raja Ampat, maupun Pulau Papua seluruhnya. Namun tidak ada
yang mengetahui siapa mufasir yang menyebarkan Islam pertama kali
disitu. Bahkan ada mitos yang menyatakan Islam sudah masuk disitu sejak
zaman nabi Adam AS. Sedangkan hubungannya dengan pulau besar Papua,
Pulau Salawati merupakan asal dari nenek moyang Suku Moi (Suku asli
Papua Barat).
Pada tahun 1963, ketika operasi Trikora untuk
mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Ibu Pertiwi, masyarakat Salawati
juga aktif terlibat sebagai sukarelawan yang dikirim ke tanah Irian
untuk mengibarkan bendera merah putih. Termasuk bapak A.Mayalibit yang
waktu itu masih berusia muda juga turut menjadi rombongan milisi yang
dilatih oleh ABRI untuk menggunakan senjata dan operasi Intelijen.
Selain arsip tentang pemerintahan adat, beliau juga masih menyimpan
piagam penghargaan sebagai pejuang Trikora dari pemerintah Soekarno.
Itu sekilas mengenai sejarah masyarakat Salawati yang turut berjuang
untuk kedaulatan bangsa dan Negara. Tinggal saat ini bagaimana
masyarakat Salawati berjuang untuk menjaga hukum dan pemerintahan
adatnya di tengah-tengah menjalarnya arus globalisasi dan demokrasi.
Berikut uraian mengenai bentuk, susunan dan struktur pemerintahan adat
Salawati.
1. Bentuk Pemerintahan
Persekutuan-persekutuan hukum adat di Raja Ampat jika dilihat dari
sistem hubungan kekuasaan dapat dikategorikan dalam suatu kesatuan
pemerintahan yang berbentuk konfederasi, yakni konfederasi persekutuan
hukum adat. Bentuk konfederasi dimaksud ditandai dengan adanya hubungan
kekuasaan secara vertikal dari beberapa persekutuan hukum pada salah
satu persekutuan hukum yang disepakati bersama sebagai yang memegang
kekuasaan tertinggi terutama dalam hal melakukan hubungan eksternal
persekutuan. Selain itu pada kerajaan tradisional atau yang menurut
hukum ketatanegaraan adat setempat dikenal dengan sebutan kapitla atau
kalana. Itu hanya memiliki satu lambang persekutuan berupa bendera yang
di pegang dan dikuasai kerajaan tradisional tersebut di atas.
Masing-masing persekutuan hukum dalam kelompok persekutuan Raja Ampat
dimaksud memiliki kemerdekaan dan kekuasaan-kekuasaan sendiri yang
bersifat internal dalam menyelenggarakan pemerintahan. Daerah
kekuasaannya terdiri dari sejumlah kampung yang tunduk dan patuh
terhadap pemimpin persekutuan dimaksud. Singkatnya keberadaan
persekutuan-persekutuan di negeri ini berlangsung dalam suatu kesatuan
pemerintahan yang dipimpin oleh seorang raja besar (fun pale) yang
dilakukan berdasarkan atas landasan asal usul dan fatanon.
Kalana
atau kapitla mengandung makna yang sama yakni yang dapat berarti
kerajaan dan atau raja. Kerajaaan adalah sebutan untuk bentuk
pemerintahan persekutuan dan raja adalah sebutan untuk pemimpin
pemerintahan persekutuan. Dalam prakteknya, untuk membedakan makna
penggunaan kedua istilah dimaksud maka untuk penyebutan raja atau
pemimpin persekutuan digunakan tambahan istilah fun di depan kata
kapitla atau kalana. Sehingga pangilan untuk raja lazimnya menggunakan
sebutan fun kapitla atau fun kalana. Dalam pergaulan sehari-hari
panggilan untuk fun kapitla atau fun kalana lazimnya disingkat saja
menjadi fun, dengan tanpa kapitla atau kalana. Istilah fun sendiri
mengandung arti yang dipertuan, yang dimuliakan, atau yang diagungkan.
Dengan demikian istilah kapitla atau kalana hanya digunakan untuk
menyebutkan identitas persekutuan dan atau bentuk pemerintahan
persekutuan yang dianut.
Secara harfiah, kata kapitla itu berasal
dari bahasa Maya yang terdiri dari dua kata, yakni kata kapit
dan tola. Kapit artinya mencubit atau mengambil dan tola artinya
lambat-lambat atau sedikit-sedikit. Maksudnya, pemimpin mengambil bagian
yang tersedikit dari antara yang terbanyak, dan atau bagian yang
terbanyak harus diberikan untuk rakyat dan bagian yang tersedikit dari
yang terbanyak untuk dirinya. Secara filosofis, kedua kata ini dapat
dimaknai sebagai suatu keharusan bagi seorang pemimpin untuk
mendahulukan atau mengutamakan kepentingan rakyatnya daripada
kepentingan dirinya sendiri.
Makna kalana. berlainan dengan makna
yang dikandung istilah kapitla. Istilah kalana secara harfiah mengandung
arti kekuasaan, dan atau dapat diartikan pula sebagai yang memiliki
kekuasaan. Secara filosofis, maknanya bahwa hanya mereka orang-orang
tertentu yang dikodrati yang boleh memegang kekuasaan. Konsep inilah
yang kemudian melahirkan asas turun temurun atau keturunan dalam
menduduki jabatan fun atau kepala adat. Asas turun temurun atau
keturunan ini kemudian menjadi landasan hukum bagi pengangkatan dan
penetapan kepala-kepala adat dan kepala-kepala suku.
Derngan
demikian, jika makna filosofis dari kedua istilah tersebut dipadukan
akan berkonotasi pada konsep bahwa seorang pemimpin haruslah berasal
dari orang yang secara kodrati ditakdirkan sebagai pemimpin atau
penguasa; dan agar pemimpin atau penguasa yang bersangkutan dapat
diikuti dan dipatuhi rakyatnya, maka ia dalam melaksanakan
kepemimpinannya harus mendahulukan kepentingan rakyat daripada
kepentingan dirinya sendiri.
Dari keempat pemerintahan
peresekutuan hukum adat yang ada, tiga di antaranya
menggunakan istilah kalana dan satunya lagi menggunakan istilah
kapitla bagi penamaan bentuk pemerintahannya. Perbedaann penggunaan
istilah ini disebabkan karena perbedaan tempat kelahiran dari para
pendiri persekutuan dimaksud. Persekutuan Batangi, Salawat dan Batanme
berasal dari teluk Auyai, di Waigeo Selatan menggunakan istilah
kalana; sedangkan Salolof yang berasal dari teluk Mayalibit
menggunakan istilah kapitla.
Meskipun ada perbedaan asal-usul,
akan tetapi karena berasal dari satu daerah yakni Batangi, maka mereka
menggunakan bahasa Maya sebagai lingua franca, sekaligus menunjukkan
identitas mereka sebagai suku Maya. Istilah maya mengandung makna yang
paling tinggi atau yang oleh masyarakat setempat lazimnya diartikan
sebagai arasy, yang bermakna suatu tempat yang paling tinggi. Maksudnya
bahwa manusia dari suku ini berasal dari tempat yang paling tinggi.
Bentuk dan sistem pemerintahan persekutuan yang dianut sangat
dipengaruhi oleh konsep pemikiran seperti itu. Hal mana terlihat dari
bentuk dan susunan pemerintahan serta penamaan jabatan pemerintahan,
termasuk ketentuan-ketentuan adat yang digunakan sebagai sandaran dalam
menyelenggarakan pemerintahan.
Dalam uraian selanjutnya, digunakan
istilah fun untuk menyebut atau sebagai pengganti sebutan fun
kapitla dan fun kalana. Demikian pula dengan istilah kapitla dan
kalana, dalam uraian selanjutnya diganti dengan istilah persekutuan.
Persekutuan dalam konteks ini mengandung makna pemerintahan persekutuan
masyarakat hukum adat atau pemerintahan persekutuan hukum adat
(rechtvoolks gemeenschappen).
2. Susunan Pemerintahan
Pemerintahan persekutuan hukum adat di Raja Ampat tersusun dalam dua
tingkatan, yakni pemerintahan pada tingkat persekutuan yang lazimnya
disebut dengan istilah pnuyeskari (dapat dimaknai sebagai pemerintahan
tingkat atas atau pemerintahan pusat), dan pemerintahan pada tingkat
kampung yang dikenal dengan sebutan pnu (dapat dimaknai sebagai
pemerintahan tingkat bawah atau pemerintahan daerah). Pada pnuyeskari,
pemerintahan dipimpin fun, dan pada pnu, pemerintahan dipimpin oleh
Marin atau Marinpnu (kepala kampung).
Dari segi kelembagaan, pada
pnuyeskari, selain lembaga fun, terdapat pula lembaga pembantu fun
yang bertugas membantu fun dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahan
harian. Lembaga pembantu fun terdiri dari lembaga matavi, wara dan rat
hadat. Ketiga Lembaga ini secara struktural agak sulit dibedakan karena
sistem keanggotaannya bersifat rangkap dan permanen atau tetap. Tetapi
jika dilihat dari segi fungsinya dapat dibedakan mengingat fungsi yang
diperankan jelas menunjukkan perbedaannya. Kecuali lembaga fun yang
memiliki wewenang sebagai pengambil keputusan pada tingkat tertinggi
dan terakhir (decision maker), maka lembaga rat hadat memiliki wewenang
sebagai perumus keputusan (decision formulation) dan lembaga matavi
memiliki wewenang selaku pelaksana keputusan (decision application),
sedangkan lembaga wara memiliki wewenang sebagai yang mempertahankan
atau mengamankan pelaksanaan keputusan (decision enforcement).
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa lembaga-lembaga ini memiliki
fungsi yang cenderung mirip dengan lembaga-lembaga pemerintahan modern,
seperti rat hadat melaksanakan fungsi legislatif, matavi melaksanakan
fungsi eksekutif, dan wara melaksanakan fungsi yudikatif.
Sedangkan pada tingkat daerah atau kampung, selain marin sebagai pemimpn
kampung, dalam menyelenggarakan pemerintahan ia dibantu pula oleh
kepala suku (Wuliso) dan kepala marga kaut gelet).
3. Susunan Organisasi Pemerintahan
Organisasi pemerintahan persekutuan hukum adat memiliki beberapa
lembaga, yang jika dilihat dari segi fungsinya dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
a. Lembaga Fun Lembaga ini terdiri dari fun
dan dajaga. Fun berkedudukan sebagai pemimpin persekutuan, secara ex
officio berkedudukan pula sebagai pemimpin lembaga-lembaga pemerintahan
yang lain; sedangkan dajaga berkedudukan sebagai wakil fun, demikian
untuk semua jabatan yang diduduki atau dijabat fun. Dalam melaksanakan
pemerintahan fun dibantu pula oleh para pembantunya yang dikenal dengan
sebutan matavi. Istilah matavi berasal dari bahasa Maya dan terdiri
dari dua kata, yakni kata mat dan tevi. Kata mat artinya orang dan tevi
artinya yang baik atau yang dipercaya. Jadi, istilah matavi artinya
orang yang baik atau orang yang dipercaya. Ungkapan rasa kepercayaan
kepada para matavi tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk
pengangkatan para matavi tersebut sebagai kepala adat (kaut hadat), dan
kepada mereka dipercayakan pula untuk menduduki jabatan-jabatan dalam
pemerintahan persekutuan. Para matavi ini dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya bertanggung jawab kepada fun. Istilah matavi ini kemudian
digunakan untuk menyebut lemabaga pelaksana pemerintahan harian atau
juga dapat disebut sebagai lembaga pelaksana keputusan fun.
b. Lembaga Matavi
Lembaga ini melaksanakan fungsi pemerintahan, bermakna eksekutif.
Matavi dipimpin fun dan dibantu pula oleh dajaga selaku wakil fun. Dalam
menyelenggarakan fungsinya, fun dibantu fungsionaris pemerintahan
lainya yang diangkat oleh fun dan diberi tugas melaksanakan pemerintahan
sehari-harinya. Fungsionaris matavi itu terdiri dari : 1) Dumla
Ia bertugas dan berkewajiban mengatur, mengurus dan menjaga segala
sesuatu aktivitas masyarakat yang berkenaan dengan hak ulayat
persekutuan. 2) Maya (Mayoor) Ia bertugas dan berkewajiban menjaga keamanan dan ketertiban dalam kehidupan masyarakat persekutuan. 3) Kapitin Um Jajur
Ia bertugas dan berkewajiban mengatur dan mengurus hasil usaha
masyarakat, baik dalam rangka penampungan maupun penyalurannya, termasuk
penarikan retribusi dari hasil usaha dimaksud bagi kepentingan
persekutuan. 4) Ukum Ia bertugas dan berkewajiban
mengatur dan mengurus berbagai persoalan kemasyarakatan yang berkaitan
dengan pelanggaran aturan-aturan adat, termasuk mempersiapkan proses
peradilan bagi sipelanggar. 5) Sawo Ia bertugas dan
berkewajiban menyampaikan pesan atau perintah fun dan fungsionaris
matavi kepada rakyat atau pihak lain, baik di dalam maupun di luar
lingkup persekutuan. 6) Sadaha (Sadaha Gamor) Ia bertugas menjaga keamanan dan keselamatan fun, utamanya dalam melaksanakan tugas persekutuan. 7) Punta
Ia bertugas dan berkewajiban mengawasi aktivitas masyarakat yang
berkenaan dengan perintah fun dan fungsionaris matavi, dan melaporkan
hasil pengawasannya kepada pihak yang memerintah. 8) Marin Ia bertugas dan berkewajiban memimpin pemerintahan pnu.
(Penggunaan istilah berikut fungsi jabatan pada setiap persekutuan di
negeri ini senantiasa berbeda, meskipun demikian ada di antaranya pula
yang sama). Kecuali Marin yang akan dijelaskan secara tersendiri,
maka semua fungsionaris Matavi dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya dibantu pula oleh beberapa pembantu (fasyul), yang diangkat
oleh masing-masing fungsionaris dengan persetujuan fun. Pengangkatan
fasyul harus memenuhi kriteria tertentu sesuai ketentuan adat yang
berlaku. Kriteria itu antara lain, masih segaris keturunan dengan
fungsionaris yang mengangkatnya, memahami ketentuan-ketentuan adat yang
terkait dengan bidang tugas yang akan diembannya, dan baik serta terpuji
perilakunya dalam masyarakat. Di samping matavi, fun juga memiliki
pembantu khusus yang dikenal dengan sebutan yel lol, yang bertugas dan
berkewajiban mengatur dan mengurus berbagai hal yang berkaitan dengan
kepentingan fun, baik dalam kedudukannya sebagai pribadi maupun pemimpin
persekutuan. Adapun fungsionaris yel lol dimaksud terdiri dari: a) Sedasamoro dan Sadahulek
Mereka bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan fun dalam
lingkungan rumahnya atau ketika bepergian meninggalkan rumah, kampung
atau persekutuan, semacam pengawal pribadi. b) Upunta
Ia bertugas menyadap informasi dari masyarakat dan menyampaikannya
kepada fun mengenai segala sesuatu hal, baik yang berhubungan dengan
pribadi dan keluarga maupun menyangkut persoalan persekutuan. c) Kapitin
Ia bertugas dan berkewajiban melayani kehendak dan kepentinngan
pribadi fun dan keluarganya dalam hubungannya dengan urusan
kerumahtanggaan.
c. Lembaga Wara Lembaga ini,
seperti halnya dengan matavi, dipimpin oleh fun dan dibantu dajaga.
Dalam melaksanakan tugas wara, fun dibantu:
1) Fungsionaris Matavi
Fungsionaris matavi yang dipercayakan oleh fun dalam
kedudukannya sebagai pemimpin wara adalah dumla, maya, kapitin um
jajur dan ukum.
2) Pemangku Igama Pemangku igama yang
dipercayakan menduduki jabatan anggota wara adalah imam dan kadi
(hakim agama Islam) serta syamas (petugas agama Kristen Protestan).
Kedua petugas agama ini hanya dihadirkan apabila perkara yang
disidangkan berkaitan dengan hal-hal keagamaan dari masing-masing agama
yang bersangkutan. Jadi, kehadiran mereka hanya bersifat insidentil atau
kasuistis. Itu pun jika dikehendaki oleh pemimpin wara.
3) Pemimpin Mon
Mon adalah suatu makhluk kasat mata yang memiliki kekuatan super dan
gaib di luar kekuatan manusia, yang diyakini masyarakat adat setempat
sebagai bagian dari hidup dan kehidupan manusia dalam hubungannya dengan
alam kosmos dan alam lingkungan di mana mereka hidup. Kepercayaan ini
dianut oleh masyarakat setempat sebelum masuknya agama-agama samawi.
Pemimpin mon dikenal dengan subutan kaut mon atau syamon. Syamon
inilah yang biasanya mewakili pihak mon sebagai anggota wara. Hal mana
mengingat keahlian dan pengetahuannya tentang berbagai hal yang
berhubungan dengan kekuatan-kekuatan magis (magisch kracht), yang masih
diyakini kuat oleh masyarakat setempat sebagai sesuatu kekuatan yang
mampu mempengaruhi perilaku kehidupan manusia dalam hubungannya antara
manusia dengan manusia, antara manusia dengan alam lingkungannya, dan
antara manusia dengan para makhluk supernatural (bangsa mon), termasuk
dengan para arwah para leluhur mereka. Lembaga ini bertugas
memproses dan menyelesaikan sengketa-sengketa yang timbul di dalam
kehidupan masyarakat. Lembaga wara ini menjadi tangung jawab ukum
(fungsionaris matavi) untuk melaksanakannya, termasuk mengadakan
pengawasan terhadap pelaksanaan putusan musyawarah wara.
4) Lembaga Rat Hadat
Rat hadat adalah salah satu bentuk aktivitas dari para kepala adat
(hadat) dalam lingkup pemerintahan persekutuan, di samping aktivitas
lembaga di bidang matavi dan wara. Seperti halnya dengan
lembaga-lembaga lainnya, lembaga ini pun dipimpin oleh fun dan dibantu
oleh dajaga selaku wakil pimpinan lembaga. Lembaga inilah yang kemudian
dikenal dengan sebutan lembaga musyawarah adat, dalam arti yang
sebenarnya. Lembaga ini dalam pemahaman hukum adat disinonimkan
pengertiannya dengan pemerintahan persekutuan hukum adat, yaitu suatu
bentuk pemerintahan yang terdapat pada kesatuan-kesatuan masyarakat
hukum adat, terutama dalam kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat di
Papua, termasuk di Raja Ampat (Konstitusi menamakannnya dengan istilah
rechtsvolksgemeenschappen yakni suatu kesatuan masyarakat hukum adat
yang berpemerintahan sendiri atau penerintahan yang memiliki otonomi
asli yang disebut zelbestuurende Land schappen atau inlandsche
gemeente). Istilah rat hadat berasal dari bahasa Maya, dan terdiri
dari dua kata, yakni kata rat dan hadat. Kata rat mengandung arti
musyawarah, sedangkan kata hadat mengandung arti kepala-kepala adat
atau kumpulan kepala adat. Jadi, rat hadat bermakna musyawarah
kepala-kepala adat. Tugas pokok lembaga ini adalah memusyawarahkan
berbagai persoalan-persoalan mendasar yang menyangkut penataan kehidupan
masyarakat dan persekutuannya. Hasil musyawarah lembaga ini, kemudian
menjadi landasan hukum bekerja bagi fungsionaris matavi dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya. Di samping itu melalui
musyawarah rat hadat, dilahirkan pula berbagai aturan hukum yang
wajib ditaati oleh seluruh warga persekutuan. Selengkapnya mengenai
ikhwal organisasi rat hadat ini terurai sebagai berikut:
a) Struktur Organisasi
Lembaga musyawarah yang dipimpin oleh fun dengan dibantu dajaga ini
beranggotakan berbagai unsur yang ada di dalam masyarakat, meliputi
unsur hadat, igama dan uliso. Unsur igama dan uliso berkedudukan sebagai
anggota tidak tetap, sedangkan usur hadat berkedudukan sebagai anggota
tetap. Unsur hadat yang dimaksud adalah fungsionaris matavi, yang
terdiri dari dumla, maya, kapitin um jajur, ukum, sawo, sadaha
dan marin. Unsur igama yang dimaksud adalah pemimpin dari agama dan
kepercayaan yang dianut dalam lingkup ulayat persekutuan. Mereka ini
terdiri dari imam dan kadi (wakil golongan salam), syamas (wakil
golongan nasara), dan syamon (wakil golongan mon). Sedangkan unsur
uliso, terdiri dari kepala suku yang telah dinobatkan oleh fun
sebagai kepala adat. Mereka adalah wakil dari kesatuan-kesatuan
masyarakat suku yang bermukim dalam ulayat persekutuan yang bersama.
Dengan demikian jumlah anggota lembaga untuk setiap persekutuan
berbeda, tergantung jumlah suku dalam suatu ulayat persekutuan, kecuali
untuk anggota-anggota yang berasal dari golongan hadat dan igama/mon
yang jumlah dan siapa yang akan menjadi anggota lembaga telah ditetapkan
secara pasti. Komposisi keanggotaan dalam struktur organisasi yang
demikian hanya terdapat pada rat hadat persekutuan, sedangkan pada
kampung komposisi keanggotaannya terdiri dari marin (sebagai pemimpin
lembaga), dengan anggotanya terdiri dari unsur uliso, igama/mon dan
gelet. Dengan demikian jumlah anggota rat hadat kampung sangat
tergantung pada jumlah uliso dan gelet, kecuali untuk wakil dari
golongan igama/mon telah ada kepastian jumlah dan siapa yang berhak
menjadi anggota.
b) Pemimpin Identifikasi data mengenai pemimpin rat hadat ini meliputi hal-hal sebagai berikut :
(1) Mekanisme Pengisian Jabatan
Doktrin kalana yang mengajarkan bahwa hanya mereka yang dikodrati
menjadi pemimpin yang boleh memiliki kekuasaan dan karenanya boleh
memerintah, melandasi mekanisme pengisian jabatan dalam pemerintahan
persekutuan, termasuk dalam pengisian jabatan pemimpin rat hadat.
Konsekuensinya, hanya orang-orang yang seketurunan yang boleh memegang
kekuasaan dan berhak memimpin rakyat. Doktrin ini kemudian menjadi
suatu sistem yang dianut masyarakat dan atau menjadi ketentuan hukum
ketatanegaraan adat dalam hal pergantian atau pengisian jabatan pemimpin
dalam pemerintahan persekutuan, termasuk pemimpin rat hadat.
Berdasarkan doktrin ini, maka pergantian atau pengisian jabatan fun
hanya berlangsung secara terbatas dalam lingkungan keluarga sedarah
dalam garis lurus ke bawah, dan atau hanya anak keturunan fun sajalah
yang berhak atas jabatan fun. Dalam perkembangannya, doktrin ini
kemudian memperoleh penafsiran yang lebih luas dan luwes, sehingga
memungkinkan seorang fun dapat diganti atau diisi oleh orang yang bukan
anak keturunannya, tetapi masih merupakan keluarga sedarah dalam garis
lurus ke samping. Itu artinya, saudara sekandung dapat merupakan solusi
alternatif bagi pergantian atau pengisian jabatan seorang pemimpin, jika
anak keturunannya tidak ada yang memenuhi ketentuan hukum yang
diharuskan. Selain ketentuan dimaksud, maka ketentuan hukum adat
setempat juga tidak membenarkan seorang perempuan menjadi pemimpin. Itu
artinya, hanya kaum lelaki yang boleh menjadi pemimpin. Demikian pula
tidak ada keharusan bahwa yang harus menjadi pemimpin adalah anak lelaki
yang tertua, meskipun begitu ada semacam prioritas yang diberikan
kepada anak lelaki tertua. Artinya, kecuali anak lelaki tertua
berhalangan dan atau dinilai tidak memenuhi ketentuan hukum yang
diharuskan sebagai seorang pemimpin, maka hak untuk menjadi seorang
pemimpin itu beralih kepada saudara yang kedua dan seterusnya diatur
secara berurutan. Itu artinya, setiap anak lelaki berhak atas jabatan
pimpinan pemerintahan persekutuan; yang membedakannya adalah siapa di
antara mereka yang dinilai paling tepat memenuhi persyaratan hukum yang
ditetapkan. Meskipun pengisian jabatan fun dilakukan berdasarkan atas
asas keturunan, bukan berarti semua anak turunan seorang pemimpin dan
atau saudara-saudara sedarahnya dapat secara langsung diangkat sebagai
pengganti dan atau mengisi jabatan fun. Menurut ketentuan-ketentuan
hukum ketatanegaran adat setempat, setiap bakal calon fun haruslah pula
memenuhi ketentuan-ketentuan minimal, sebagai berikut: (a) Memahami dan menguasai adat istiadat serta hukum adat secara luas dan ditunjukkan melalui perilakunya; (b) Memahami dan menguasai hukum agama yang dianutnya secara baik dan benar yang ditunjukkan melalui perilakunya; (c) Memiliki kemampuan memimpin yang ditunjukkan melalui perilakunya; (d) Berperilaku terpuji yang ditunjukkan dalam pergaulan sehari-hari.
Seseorang bakal calon pemimpin untuk dapat memenuhi ketentuan-ketentuan
dimaksud itu, sudah sejak kecilnya dibina melalui pendidikan adat dan
agama, semacam inisiasi
nya dirit dan atau ummon), yang diberikan oleh para ahlinya. Dengan
demikian seorang bakal calon dapat dinilai perilaku dan kemampuan yang
dimilikinya. Hasil penilaian dari para pengasuh atau pembimbing
(jowguru dan syamon) dimusyawarahkan dalam rat hadat. Mufakat atau
kesepakatan rat hadat menjadi dasar hukum bagi penetapan pemimpin
persekutuan.
(2) Sistem Kepemimpinan Sistem kepemipinan
yang diterapkan fun/marin dalam memimpin rat hadat, termasuk
pemerintahan persekutuan/kampung didasarkan pada doktrin kalana dan
kapitla. Di samping kedua doktrin tersebut, dikenal pula mitos yang
menceriterakan bahwa sesungguhnya fun adalah jelmaan dari mon dan atau
setidak-tidaknya adalah turunan dari mon. Mon diyakini identik dengan
bangsa Jin atau yang secara ilmu disebut mahluk supernatural. Mon
diyakni sebagai pemegang kekuasaan atas alam kosmos di mana manusia itu
hidup. Mon memiliki kekuatan super magis (sababeto) yang dapat
mempengaruhi kehidupan manusia dan perjalanan alam kosmos. Konsep
seperti ini dkenal dengan sebutan cariti. Cariti ini melahirkan
kepercayaan bahwa fun memilki kekuatan magis yang super sakti seperti
halnya dengan mon. Dengan demikian kehadiran seorang fun ditengah-tengah
manusia adalah untuk menjaga keseimbangan alam kosmos agar jangan
sampai terganggu oleh perbuatan manusia yang tidak bertanggung jawab.
Dalam konteks itu, kehadiran fun senantiasa mendapatkan perlindungan dan
pengawasan dari mon. Doktrin ini menimbulkan dua akibat hukum yang
mewarnai sistem kepemimpinan yang mendasari fun dalam menjalankan
kepemimpinan atas rakyatnya, dan membentuk sikap masyarakat terhadap
pemimpinnya. Akibat hukum yang pertama, melahirkan kewajiban bagi
rakyat untuk patuh dan taat kepada perintah fun. Pengingkaran terhadap
perintah fun dapat mendatangkan kutukan, berupa malapetaka yang dapat
menyiksa atau mematikan pengingkar (bahkan dapat menimpa masyarakat,
suku atau marga yang bersangkutan). Pengingkaran terhadap perintah fun
dianggap sebagai telah melakukan perbuatan yang mengganggu keseimbangan
alam kosmos. Untuk mengatasi malapetaka atau akibat kutukan itu,
pengingkar berkewajiban memohon ampunan fun. Jika dikabulkan maka bentuk
pengampunannya berwujud sanksi (ukuman). Jadi sanksi adalah
konkritisasi dari pengampunan fun atas kesalahan atau pelanggaran yang
dibuat oleh warga masyarakat persekutuan terhadap perintah fun (perintah
fun dalam arti luas dapat dimaknai sebagai aturan-aturan hukum adat).
Sanksi tersebut ditujukan untuk mengembalikan keseimbangan alam kosmos
yang telah terjadi akibat perbuatan pelanggaran aturan-aturan adat.
Dengan kata lain, manakala terjadi ketidakseimbangan alam kosmos akibat
perbuatan seseorang atau sekelompok orang maka fun berkewajiban untuk
mengambil tindakan konkrit, berupa pemberian sanksi atau hukuman,
terhadap orang atau sekelompok orang tersebut untuk mengembalikan
keseimbangan alam kosmos yang tadinya terganngu. Sanksi terberat adalah
sumpah (sasi).
Dengan demikian sanksi atau ukuman adalah tindakan untuk
mengembalikan keseimbangan alam kosmos yang tadinya terganggu akibat
perbuatan manusia yang melanggar aturan-aturan adat. Akibat hukum yang
kedua, kewajiban tunduk dan patuh dari bala kepada fun berimplikasi pada
keharusan fun untuk memberikan perlindungan, menciptakan rasa aman dan
tertib hidup, dan memenuhi kebutuhan dasar hidup dan atau meningkatkan
kesejahteraan warga masyarakat yang dipimpinnya. Untuk melaksanakan
kewajiban itu, fun melibatkan masyarakat dalam segala bentuk aktivitas
yang berorientasi pada tujuan memenuhi kewajiban fun atau hak rakyat
yang wajib dipenuhi fun. Keterlibatan masyarakat mengharuskan
persesuaian kehendak antara dua belah pihak, yakni antara fun dan
balanya.
Dengan begitu, keseimbangan alam kosmos dapat terus
dipertahankan keberadaan dan keberlangsungannya. Konsep ini dikenal
dengan sebutan rathadat-ratbala, yakni persekutuan pemimpin-persekutuan
rakyat atau yang dikenal pula dengan sebutan musyawarah
pemimpin-musyawarah rakyat. Maksudnya, pemimpin dan rakyat harus bersatu
dalam visi, misi dan gerak dalam menyelesaikan segala persoalan hidup
dan kehidupan yang dihadapi. Doktrin inilah yang kemudian melahirkan
konsep musyawarah, partisipasi dan gotong-royong, sebagai landasan
bekerja bagi pemerintah dan rakyat dalam menjalankan segala aktivitas
kehidupan bermasyarakat dan berpemerintahan. Musyawarah-mufakat (di
samping partisipasi dan gotong-royong) dengan demikian menjadi wahana
penting dan menentukan dalam kehidupan berpemerintahan dan
bermasyarakat. Pengambilan keputusan dalam kerangka penye-lenggaraan
pemerintahan mutlak dilaksanakan melalui musyawarah-mufakat. Apabila
dalam musyawarah belum diperoleh kata sepakat atau mufakat bulat, maka
kegiatan musyawarah tersebut harus ditunda untuk dilaksanakan kembali
pada waktu yang lain, sehingga melahirkan suatu putusan yang disepakati
oleh semua anggota atau peserta musyawarah dengan tanpa kecuali. Jika di
dalam musyawarah itupun belum diperoleh kata sepakat, maka fun memiliki
wewenang untuk mengambil keputusan dengan bersandar pada aspirasi yang
berkembang selama musyawarah berlangsung.
Dalam musyawarah, peserta
memiliki hak yang sama untuk mengeluarkan pikiran dan pendapat mengenai
hal yang tengah dipersoalkan. Pemimpin musyawarah, termasuk wakilnya,
hanya bertugas untuk menilai pikiran dan pendapat yang disampaikan,
kemudian mengklarifikasi dan menyimpulkannya sebagai kesepakatan akhir,
yang kemudian disahkan sebagai putusan musyawarah. Putusan itu wajib
dilaksanakan oleh para fungsionaris matavi sesuai bidang tugas dan
tanggung jawabnya masing-masing. Selanjutnya, fun dengan melalui dajaga
dan pembantu khususnya bertugas mengadakan monitoring dan pengawasan
terhadap pelaksanaan putusan. Hasil monitoring dan pengawasan merupakan
bahan evaluasi bagi pimpinan untuk menilai fungsionaris dan bala dalam
melaksanakan putusan. Dalam hal tertentu, fun dapat memerintahkan
diadakannya musyawarah guna membicarakan kembali keputusan yang telah
ditempuh itu.
Melalui musyawarah inilah akan diketahui secara pasti apa
kendala dan keberhasilan yang telah dicapai selama tenggang waktu yang
telah ditetapkan bagi pelaksanaan keputusan tersebut. Dengan demikian,
meskipun bentuk pemerintahan persekutuan di Raja Ampat adalah kerajaan
tradisional atau persekutuan kampung dengan pemimpin yang diangkat
berdasarkan keturunan, tetapi dalam setiap aktivitas pemerintahan
didahului dengan musyawarah untuk mencapai mufakat-bulat.
Musyawarah-mufakat bulat merupakan landasan hukum kerja bagi pemerintah
persekutuan /kampung dalam menjalankan urusan pemerintahan, pembangunan
dan kemasyarakatan.
Sistem kepemimpinan yang demikian ini terlihat juga
dalam pemerintahan pnu. Marin dalam kedudukannya baik sebagai utusan
maupun selaku marinpnu hanya bertugas mengkoordinir pemangku adat,
pemangku agama dan masyarakat kampung untuk melaksanakan tugas-tugas
pemerintahan. Ia dengan dibantu oleh kepala suku, kepala marga dan
pemangku agama secara sadar merasa wajib untuk untuk terlibat dalam
kegiatan-kegiatan yang bertujuan bagi kemaslahatan bala. Kegiatan mana
dilakukan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat. Hasil musyawarah,
yang berwujud kebijaksanaan pemerintahan kampung, dalam aplikasinya
melibatkan seluruh warga masyarakat. Dalam kaitan itu, sebelum
kebijaksanaan dilaksanakan harus disosialisasikan kepada masyarakat
melalui rapat-rapat kampung. Melalui sosialisasi tersebut, disepakati
sumber pembiayaan dan teknik pelaksanaan yang akan digunakan bagi
mewujudkan kebijaksanaan dimaksud. Dengan demikian kegiatan-kegiatan
operasional terhadap sesuatu rencana kegiatan dengan sendirinya menjadi
tanggung jawab pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama. Selain
hal-hal tersbut di atas, dalam sistem kepemimpinan fun di ulayat
kepulauan ini, oleh para pendahulu (the founding fathers/mothers)
sesungguhnya telah pula membekali para fun dengan ajaran-ajaran
kepemimpinan yang menurut mereka merupakan prinsip keabadian yang mutlak
dimiliki oleh seorang pemimpin, dan yang sekaligus merupakan kriteria
utama dalam menilai keberadaan dan karakteristik seorang calon pemimpin
atau pemimpin. Prinsip-prinsip keabadian kepemimpinan dimaksud ditujukan
bagi penciptaan masyarakat yang aman, damai dan adil, sejahtera dan
bahagia dalam lindungan kasih dan sayang Penguasa alam semesta.
Prinsip
keabadian kepemimpinan tersebut dapat dirumuskan secara ringkas sebagai
berikut :
(1) Prinsip Keabadian Matahari Matahari adalah pelita
atau obor dunia yang secara kodrati diciptakan bagi memberikan
penerangan atas kegelapan alam dan menjadi sumber utama hidup dan
kehidupan serta kekuatan bagi segala sesuatu yang menjadi ciptaan Sang
Penguasa Alam. Sinar matahari adalah sinar keabadian yang diperolehnya
secara langsung dari kuasa Sang Pencipta Alam. Menurut konsep ini,
setiap orang yang menjadi pemimpin adalah bukan atas kehendaknya tetapi
telah menjadi ketetapan atau kodrat Ilahiah. Oleh karena itu seorang
pemimpin haruslah mengkondisikan dirinya selaku orang yang mampu menjadi
harapan rakyatnya bagi terciptanya hidup dan kehidupan yang aman,
damai, adil, sejahtera dan bahagia atas mereka. Dalam kerangka itu,
jika terdapat kejahatan di antara rakyatnya maka adalah menjadi
kewajiban baginya untuk membakarrnya. Tetapi ingat, jangan membakar
rakyatmu dengan panas matahari yang ganas, karena terbakarnya rakyatmu
akan dapat pula membakar dirimu.
(2) Prinsip Keabadian Bintang
Menurut konsep ini, seorang pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya
haruslah bersikap seperti bintang. Artinya bersikap sebagai orang yang
patut diteladani sikap dan perilakunya. Sikap dan perilaku dimaksud
bukanlah sikap dan perilaku yang dibuat-buat tetapi sikap dan perilaku
yang bersifat keabadian, yang menyatu dengan si pemiliknya. Landasan
filosofisnya adalah bahwa bintang sesungguhnya merupakan sesuatu ciptaan
Sang Penguasa bagi orang tersesat atau hidup tanpa arah atau tujuan.
Kehadiran bintang menjadi penunjuk arah dan atau sebagai pengatur tujuan
ke mana seharusnya orang itu bersandar atau berpedoman. Dalam konteks
kepemimpinan, seorang pemimpin haruslah menempatkan dirinya sebagai
penentu arah atau pengatur tujuan ke mana masyarakat yang dipimpinnya
akan dibawa. Dia menjadi teladan di mana rakyat harus berkiblat. Oleh
karena itu seorang pemimpin harus mampu berperilaku baik dan terpuji
dalam segala penampilannya, baik dilingkungan individual maupun di
hadapan rakyat yang mengharapkan kehadirannya selaku pemimpin.
(3) Prinsip Keabadian Bulan
Ada masa di mana segala penciptaan merasakan dan menikmati indahnya
sinar bulan, tetapi ada pula masa di mana kegelapan bulan dengan segala
misterinya membuat segala penciptaan merasakan kegalauan. Kadangkala di
kala terang benderang sinar bulan yang indah, datang kegelapan seketika
akibat berlalunya awan hitam yang meredam kekuatan sinarnya, maka
seketika itu gelaplah alam walaupun hanya dalam waktu sekejap. Tetapi
bulan tidak pernah marah sinarnya tetap menjadi sumber keindahan yang
layak dinikmati, tidak berubah dan terpengaruh. Bedanya sinar bulan dan
sinar matahari adalah matahari memperoleh sinar dari Sang Pencipta Alam
tetapi bulan senatiasa menerima sinar dari matahari. Oleh karena itu,
seorang pemimpin hendaklah bersifat sabar dalam menghadapi segala sikap
dan perilaku rakyatnya yang beraneka ragam. Lihatlah bulan, ia tiada
pernah terpengaruh karena ditutupi sinarnya oleh awan yang hitam pekat
sekalipun. Tetapi manakala seorang pemimpin tidak menahan emosinya maka
luapkanlah sepuasmu di balik kesendirianmu, tanpa harus diketahui
rakyatmu, seperti bulan yang ketika marah ia berdiam di balik kegelapan,
tiada mau menampakkan sinarnya.
(4) Prinsip Keabadian Angin
Angin hakekatnya merupakan sesuatu bentuk penciptaan yang bagi manusia
tiada dapat terhindar atau berlindung dari hembusannya, baik itu angin
semilir maupun angin topan atau badai. Angin semilir membawa kesejukan
dan rahmat. Banyak di antara manusia sangat sering mendambakan kehadiran
angin semilir karena dapat membuat jiwanya menjadi tenang dan damai.
Demikian juga banyak di antara tanaman yang menanti hembusan angin,
karena kehadirannya senantiasa membuat tanaman itu dapat berkembang
biak. Tetapi angin juga dapat membawa malapetaka bagi apa dan siapa saja
yang dikehendaki Sang Pencipta. Seorang pemimpin sebaiknya bersikap
seperti angin, di mana di setiap kesempatan haruslah bisa menemui
rakyatnya dengan tanpa pilih kasih. Dan pula kehadirannya haruslah
membawa kedamaian dan rahmat sesuai harapan rakyatnya. Tetapi jika
rakyatnya nakal maka sekali-sekali hendaklah ia datang bagaikan angin
topan yang menghancurkan kenakalan tersebut.
(5) Prinsip Keabadian Air
Air adalah sumber kehidupan, tiada air maka tiada kehidupan. Ingatlah,
air tidak pernah mengalir ke atas tetapi ia senantiasa mengalir dari
atas ke bawah. Olehnya itu, seorang pemimpin hendaklah bersikap seperti
air itu, ia harus menjadi sumber bagi terciptanya rasa aman, damai,
adil, sejahtera dan bahagia. Dan dalam kerangka itu, maka apapun
penghasilan atau kekayaan yang dimiliki hendaklah didahulukan
pengalirannya bagi rakyat. Manakala sudah sampai pada klimaksnya, di
mana air sudah tidak tertampung lagi oleh rakyatnya, maka nikmatilah
tumpahan air itu sepuasmu, karena tiada lagi rakyat yang akan menangisi
dan meratapi nasibnya, dan mengutuk pemimpinnya. Maka hendaklah engkau
mendahulukan kepentingan dan kesejahteraan rakyatmu daripada kepentingan
dan kesejahteraan dirimu sendiri.
(6) Prinsip Keabadian Bumi atau Tanah.
Bumi atau tanah adalah tempat di mana setiap penciptaan dihadirkan,
termasuk mahluk manusia. Di sanalah mereka dilahirkan, dibesarkan dan
kemudian meninggal, lalu kembali kehadirat-Nya. Ia kemudian dikuburkan
ke dalam bumi di mana ia dilahirkan. Tiada boleh ada sesuatu yang
menyertainya, termasuk pangkat, jabatan dan harta kekayaan yang
dimilikinya. Sang Pencipta tidak memerlukan segalanya itu karena memang
ia adalah sumber dari segalanya itu. Sang Pencipta tidak memerlukan
pangkat, jabatan, dan harta kekayaan karena Ia adalah sumber dari
pencipta pangkat, jabatan, dan harta kekayaan. Oleh karena itu,
janganlah kamu menyombongkan dirimu dengan segala apa yang kamu miliki,
baik itu pangkat, jabatan maupun harta kekayaan. Demikian pula janganlah
kamu sombongkan kehormatan dan kekuatanmu karena sesunggunya Yang Maha
Perkasa hanya Dia Sang Pencipta Alam. Ingat di atas kepalamu masih ada
langit dan di atas langit masih ada langit, yang sewaktu-waktu jika
dikehendaki Sang Pemilik maka ia dapat runtuh menimpa dirimu.
(c) Sistem Keanggotaan
Anggota rat hadat terdiri dari anggota tetap dan anggota tidak tetap.
Anggota tetap terdiri dari fungsionaris matavi, sedangkan anggota tidak
tetap terdiri dari pemangku igama/mon dan kepala suku. Pada pemerintahan
kampung keanggotaan rat hadat agak berbeda, yakni meliputi unsur hadat,
igama/mon, uliso dan gelet. Anggota tetap diangkat dan ditetapkan oleh
fun secara turun-temurun dengan ketentuan seperti yang diharuskan
pada pengangkatan dan penetapan fun. Kecuali itu, yang bersangkutan
harus mendapat persetujuan marga melalui musyawarah mufakat yang
dilakukan di antara mereka. Sedangkan untuk anggota tidak tetap,
seperti dari unsur igama (kecuali mon), dan unsur uliso tidak
diangkat tetapi ditunjuk oleh fun berdasarkan jabatannya. Kehadiran
anggota tidak tetap dikehendaki manakala hal-hal yang dibicarakan dalam
musyawarah berkaitan dengan bidang keahlian atau kekuasaannya,
sehingga kehadirannya. Keterangannya merupakan bahan pertimbangan dalam
pengambilan keputusan. Jadi kehadirannya dalam musyawarah bersifat
insidentil dan kasuistis.
(d) Tujuan Kelembagaan Kehadiran
lembaga ini pada hakikatnya bertujuan untuk selain mewadahi aspirasi
rakyat, juga dimaksudkan sebagai wahana bagi perumusan kebijaksanaan
pemerintahan persekutuan, yang diperuntukkan bagi penciptaan rasa aman,
damai dan sejahtera bagi seluruh warga masyarakat. Peranan yang
dilakukan rat hadat persekutuan juga dilakukan pada rat hadat kampung.
Perbedaan peranannya terletak pada lingkup substansi yang dijadikan
objek musyawarah. Persekutuan rat hadat berfungsi merumuskan dan
menetapkan kebjaksanaan persekutuan serta aturan-aturan berupa larangan
dan atau perintah adat sebagai pedoman berprilaku bagi warga persekutan
dalam menjalani kehidupannya, baik kehidupan pribadi dan bermasyarakat
maupun kehidupan berpemerintahan. Pengingkaran terhadap larangan dan
atau perintah tersebut dapat berakibat dikenakan sanksi. Sedangkan
pada rat hadat kampung, selain bertugas merumuskan dan mengaplikasi
kebijaksanaan persekutuan, juga berwenang merumuskan dan menetapkan
kebijaksanaan sendiri yang berlaku secara terbatas dalam lingkup
kampungnya. Dengan demikian rat hadat dalam sistem pemerintahan
persekutuan di ulayat Raja Ampat ini memiliki kedudukan yang sangat
penting dan menentukan bagi kehidupan masyarakatnya, baik menyangkut
tertib kehidupan maupun dalam upaya mengangkat harkat dan martabat
kehidupan, termasuk upaya meningkat-kan kesejahteraan dan kedamaian
hidup masyarakat.
4. Kondisi Saat Ini Kondisi masyarakat
Salawati hari ini merupakan kondisi yang sangat bertolak belakang baik
pemerintahannya maupun kegiatan penduduknya dari konsep ideal
berdasarkan konsep pemerintahan adat yang semestinya. Dalam bentuk
pemerintahan para kepala adat, tidak memiliki peranan sedikitpun karena
secara administrasi semuanya sudah mengikuti bentuk pemerintahan saat
ini. Pemerintahan saat ini berada dalam susunan Kabupaten, Distrik, dan
kampung. Para kepala adat biasanya hanya memiliki peranan di tingkatan
kampung. Pulau Salawati secara administratif terbagi menjadi 2 Distrik,
yaitu Salawati Utara dan Salawati Selatan. Salawati Utara berada pada
adminstratif Kabupaten Raja Ampat dan Salawati Selatan berada pada
administratif Kabupaten Sorong.
Hilangnya konsep Kalana di
masyarakat Salawati berdampak pada masuknya investasi seperti Perusahaan
Petrochina dan penebangan kayu. Sehingga penduduk setempat hanya
terkena imbas dari adanya dua eksploitasi besar itu. Bahkan masuknya
mereka juga diindikasikan oleh adanya pemimpin-pemimpin masyarakat
(Marin) yang dapat dibeli dengan uang. Makna kepemimpinan di
Salawati akhirnya bergeser kepada orang yang memiliki uang atau orang
Partai yang kemudian ikut pencalonan kepala daerah sampai dengan kepala
distrik.Posisi kepala adat pada akhirnya hanya merupakan simbolis semata
yang sifatnya informal. Sedangkan generasi mudanya banyak yang merantau
ke kota dengan alasan pekerjaan dan pendidikan. Regenerasi secara adat
pun tidak berjalan dan mengalami pergeseran pola berfikir yang tinggi.
Penduduk yang ada di Salawati banyak menggantungkan hidupnya pada
perkebunan durian dan pinang. Hasil dari perkebunan itu dijual ke Sorong
dan pulau Waigeo sebagai ibukota kabupaten. Di kampung Sailolof
sendiri masih belum terjamah dengan listrik dan jalan aspal.
Satu-satunya transportasi untuk berhubungan dengan kampung lainnya hanya
melalui jalur laut. Jika kita jeli melihat permasalahan ini, maka
perlu diselesaikan secara ketatanegaraan Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945. Karena pemerintahan yang didasarkan dari dua
pusaka itu ialah berangkat dari pemerintahan adat dari setiap daerah
yang terbangun secara bottom up menjadi pemerintah Republik Indonesia.
Akan tetapi bangsa kita saat ini kerap meninggalkan falsafah itu dan
lebih cenderung menggunakan model pemerintahan ala barat yang banyak
ditentukan oleh partai politik dan uang. Sehingga musyawarah mufakat
selalu ditinggalkan dan tidak lagi mengangkat pemimpin berdasarkan
konsep Kalana yang didasarkan dari kepentingan rakyat.
Penutup
Dari pembahasan di atas dapat diketahui bahwa kehidupan masyarakat jauh
lebih baik dengan menggunakan Pemerintahan adat daripada menggunakan
pemerintahan modern yang lebih banyak mengangkat pemimpin dari sudut
pandang harta dan jabatannya. Dengan pemerintahan adat, penduduk
setempat akan menjadi tuan rumah di wilayahnya sendiri dan tidak memutus
hubungan dengan daerah-daerah lain disekitarnya. Dari pemerintahan adat
dengan prinsip permusyawatan perwakilan akan ada hubungan horizontal
dan vertical kepada pemerintahan Republik Indonesia secara harmonis.
Beberapa faktor yang menjadi penyebab hancurnya pemerintahan adat di Pulau Salawati, antara lain :
• Masuknya konsep pemerintahan ala barat seperti Demokrasi yang lebih
mengarah pada tingginya pola kekuasaan seseorang yang ditinjau dari
harta kekayaan dan jabatan. • Masuknya prinsip-prinsip ekonomi yang
hanya mengejar keuntungan semata, sehingga berdampak pada kerusakan
lingkungan dan eksploitasi manusia • Tingginya tingkat urbanisasi
dari pemuda-pemuda Salawati, sehingga menyebabkan terputusnya regenerasi
penanaman adat dan kesinambungan kepemimpinan adat • Kurangnya
pembangunan infrastruktur yang memadai di pulau Salawati sehingga banyak
bergantung pada pemilik-pemlik modal yang menanamkan modal di pulau
Salawati.
Dari factor-faktor tersebut dan seiring berjalannya
waktu, bentuk pemerintahan adat Salawati semakin terkikis dan berubah
menjadi legenda dan atau mitos. Bahkan untuk dua generasi kedepan, baik
legenda maupun mitosnya juga diprediksikan hilang. Tingkat kehidupan
akan semakin sulit jika masalah ini tidak ditanggulangi.
Penanggulangan dari masalah itu secara revolusioner adalah dengan
merombak tatanan pemerintahan kita saat ini. Mengembalikan tatanan
pemerintahan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila. Pemerintahan yang
demikian mengamanatkan kepada anak bangsa ini untuk menempatkan
perwakilan adat dalam Lembaga Tertinggi Negara kita sebagai bentuk
manivestasi dari persatuan adat istiadat dan budaya dari seluruh
Indonesia.
Dengan seperti itu maka kehidupan berbangsa yang berakar
dari setiap adat akan memiliki kesinambungan dan ikatan yang kuat untuk
mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Konsep itu
dapat dijalankan jika hanya disertai oleh revolusi pola berfikir kita
yang saat ini banyak terkontaminasi oleh budaya barat. Dan hanya dengan
metode musyawarah mufakat, kepemimpinan akan berjalan selaras dan
seimbang. Termasuk pemerintahan adat Salawati juga akan berjalan
demikian.
Dimana para fun dari setiap kampung akan
menjelma menjadi wakil rakyat yang membawa aspirasi masyarakat dari
tingkatan keluarga sampai dengan tingkatan pusat. Permusyawaratan
perwakilan itu sejatinya akan membawa rasa aman dan meningkatan
kesejahteraan bagi masyarakat. Kedaulatan mereka dalam bentuk
diposisikan di pemerintahan akan menjadi lebih baik.
Inilah yang
dinamakan konsep pemerintahan luhur bangsa Indonesia yang terangkum
dalam Pancasila dan dalam wujud kebhinekaan tunggal ika. Konsep itu yang
semestinya kita pertahankan dan lestarikan dalam bingkai Negara
kesatuan Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasarkan
Pancasila.
Posted by : Adityo Nugroho
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar